PEDOMAN NASIONAL
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
MENDUKUNG
SISTIM KEWASPADAAN DINI
DAN RESPONS
DEPARTEMEN KESEHATAN
DIREKTORAT 3ENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUMANG MEDIK
2009
Daftar Kontributor :
1. Drg Martha M.Akila, M.Sc ( Dit. Bina pelayanan Penunjang Medik Depkes)
2. Dr Sondang Sirait, SpPK ( RSPI Prof Sulianti Saroso, Jakarta)
3. Dr Agnes Kumiawan, Sp.PARK, PhD ( Departemen Parasitologi FKUI)
4. Drti Gendro , MPH ( Pusiitbang Biomedis & Farmasi, Badan Litbang,Depkes) t. 5. Dr Tintin Gartinah, SpPK ( Batai Pengembangan LabKes Jawa Barat)
6. Sutarji Ssi, M,Kes ( Balai Laboratorium Kesehatan Bandar Lampung)
7. DR. Harry Santoso, M.Epid ( Subdit Surveilans, Dit Sepim Kesma, Depkes)
8. Edy Purwanto, M.Kes ( Sub Dit Surveilans, Direktorat Sepim Kesma, Depkes)
9. Gina Samaan, MPH ( WHO Indonesia)
10. Dr. Augusto Pinto (WHO Searo)
11. Frank Mahoni (CDC- Atlanta)
DAFTAR ISI
Daftar kontributor Daftar isi
BAB I. Sistem Kewaspadaan Dini melalui surveilans
penyakit menular 1
1. Sasaran 1
2. Tujuan 1
3. Kewaspadaan dini & respon 2
a. Unit surveilans kabupaten/ kota 2
b. investigasi pendahuluan 2
c. Tindakan respon 3
BAB II. Penyakit-penyakit dalam sistem surveilans 4
1. Definisi kasus 4
2. Daftar penyakit berpotensi Kejadian luar Biasa 5
BAB III. Peran laboratorium :
1. Untuk Diagnosis penyakit infeksi 6
a. Formulir permintaan dan hash! pemeriksaan 8
b. Sumber Pelaporan 8
c. Mekanisme Umpan Balik 8
2. Dalam sistem surveilans
a.Laboratorium pemeriksa 9
b. Persiapan pemeriksaan 10
c.Hasil Pemeriksaan Laboratorium 10
BAB IV. Prosedur umum Laboratorium
1 Prosedur Pengambilan dan pengiriman spesimen 12
2. Prosedur penanganan spesimen 15
3. Sistem pelaporan 15
BAB V . Penyakit-penyakit berpotensi wabah di Indonesia
1. Definisi kasus 23
2. Agent penyebab 23
3. Jenis & metode pemeriksaan 24
BAB VI : Managemen Laboratorium :
1. Jaminan Mutu dan keamanan Laboratorium 37
2. Pengendalian Mutu 37
3. Indikators penampilan 38
4. Data management 39
Hal.
Lampiran : Algoritma Pemeriksaan spesimen penyakit
berpotensi wabah di Indonesia 41.
1. Spesimen Malaria 41
2. Spesimen Typhoid 42
3. Spesimen Diare akut 43
4. Spesimen Diare Berdarah 44
5. Spesimen tersangka Diphteri 45
6. Spesimen tersangka pneumoniae 46
7. Spesimen tersangka pertusis 47
8. Spesimen tersangka AFP 48
9. Spesimen tersangka Anthrax 49
10. Spesimen Jaundice Akut 50
11. Spesimen tersangka Kolera 51
12. Spesimen tersangka Chikungunya 52
13. Demam yang tidak diketahui sebabnya 53
14. Spesimen tersangka Flu Burring 54
15. Spesimen tersangka DBD 55
BAB I
SISTEM KEWASPADAAN DINI MELALUI
SURVEILANS PENYAKIT MENULAR
Pada surveilan penyakit menular, secara sistemetis dilakukan pengumpulan data kemudian dianalisis dan dibuat interpretasi untuk selanjutnya disosialisasikan sebagai dasar untuk menentukan prioritas pada perencanaan, implementasi dan evaluasi penyakit melalui investigasi,pemantauan dan pencegahan.
Sasaran
Sasaran dalam kegiatan ini dapat dicapal melalui
1. Pengembangan strategi yang memperkuat surveilan penyakit menular.
2. Kerja sama antara klinisi dan laboratorium untuk mendapatkan penanganan spesimen, diagnosis dan pengobatan yang cepat dan lebih balk
3. Membakukan prosedur-prosedur laboratorium.
4. Melaksanakan pengendalian mutu
5. Pengembangan sistem pelaporan yang berbasis laboratorium.
Populasi dalam surveilans : adalah semua penduduk di wilayah propinsi.
Tujuan sistem kewaspadaan Dini :
1. Menyelenggarakan Deteksi Dini KLB penyakit menular
2. Stimulasi dalam melakukanpengendalian KLB penyakit menular
3. Meminimalkan kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB
4. Memonitor kecenderungan penyakit menular
5. Manila' dampak program pengendalian penyakit yang spesifik
Kewaspadaan Dini dan respon :
Unit Surveilans Kabupaten/Kota:
Unit Surveilans Kabupaten/Kota harus melakukan pemeriksaan setiap minggu terhadap seluruh laporan penyakit yang telah dientri dalam sistem aplikasi. Apabila ditemukan alart atau sinyal peringatan terhadap suatu penyakit maka petugas kabupaten/kota menghubungi petugas puskesmas untuk melakukan klarifikasi terhadap sinyal tersebut.
Apabila hasil klarifikasi benar menunjukan sebagai KLB maka selanjutnya petugas surveilans kabupaten/kota menghubungi petugas laboratorium untuk mengambil spesimen dan memeriksa spesimen tersebut. Apabila Laboratorium Propinsi tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pemeriksaan spesimen tertentu maka dapat meminta bantuan Laboratorium Rujukan Nasional.
Investigasi Pendahuluan
Langkah pertama investigasi KLB adalah untuk melakukan konfirmasi KLB dan melihat besarnya masalah KLB tersebut. Tim propinsi dan kabupaten/kota akan bergabung dengan petugas dari Puskesmas dan memulai investigasi dan menemukan kasus secara aktif.
Setiap KLB diinvestigasi dengan menggunakan format PE KLB sesuai dengan lampiran dan algoritma (lihat lampiran 8). Semua informasi tentang kasus KLB tersebut dicatat dalam program spread sheet (program microsoft exel). Kemudian melakukan analisa data diprogram seperti Epi Info atau Epi Data untuk menghasilkan analisis deskriptif menurut waktu, tempat dan orang
Tindakan Respon
Pada saat yang sama respon tim sebaiknya melakukan:
Rencana pengambilan sample klinis dan lingkungan.
- Formulasi hipotesis mengenai sumber pajanan dan cara penularan.
- Tes hipotesis
Menulis laporan dan rekomendasi.
Melakukan Tindakan Pengendalian Awal dengan segera meliputi: Tatalaksana kasus
Pengendalian infeksi
- Pencarian kontak kasus
- Pengendalian lingkungan
- Mobilisasi social
- Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat
BAB II
PENYAKIT-PENYAKIT DALAM SISTEM
SURVEILANS
Definisi kasus
Definisi kasus dalam penanganan penyakit menular
Adalah semua kasus dari seluruh penyakit yang telah diprioritaskan yang datang ke unit pelayanan kesehatan yang harus dilaporkan.
Penyakit-penyakit menular diprioritaskan berdasarkan:
1. Kepentingan kesehatan masyarakat termasuk mortalitas, morbiditas dan berpotensi mengkhawatirkan kesehatan masyarakat
2. Tersedianya pencegahan yang efektif dan layak
3. Berpotensi epidemic
4. Merupakan target eradikasi, eliminasi atau pengawasan regional atau internasional
Setiap ada peningkatan kasus penyakit diatas ambang batas harus segera dilaporkan ke subdit Surveilans melalui Dinas Kesehatan setempat dalam waktu 24 jam.
Daftar Penyakit-penyakit yang diprioritaskan berpotensi KLB :
1. Diare Akut
2. Malaria Konfirmasi
3. Tersangka Demam Dengue
4. Tersangka DBD
5. Pneumonia
6. Diare Berdara
7. Tersangka Demam Tifoid
8. Jaundice Akut (leptospira, hepatitis A)
9. Tersangka Flu Burung pada Manusia
10. Tersangka campak
11. Tersangka Diphteri
12. Tersangka Pertusis
13. AFP (Lumpuh Layuh Mendadak)
14. Tersangka Chikungunya
15. Tersangka Anthrax
16. Tersangka Meningitis/ Encephalitis
17. Tersangka Tetanus
18. Tersangka Tetanus Neonatorum
19. Kasus gigitan Hewan penular rabies
20. Demam yang tidak diketahui sebabnya
21. Kluster penyakit yang tidak diketahui
b. Merencanakan program pencegahan
c. Mengevaluasi pencegahan dan mengukur pengawasan
d. Menghasilkan hipotesa dan merangsang penelitian di bidang kesehatan masyarakat
Formulir permintaan dan Hasil pemeriksaan laboratorium
Begitu dokter mencurigai adanya kecenderungan suatu suatu penyakit yang diprioritaskan menimbulkan wabah, dokter langsung meminta pemeriksaan laboratorium yang diperlukan dan mengirim bahan pemeriksaan yang sesuai ke laboratorium untuk dilakukan diagnosis. Kecurigaan terhadap suatu kasus , tergantung dari kriteria klinis.
Formulir permintaan dan hasil pemeriksaan laboratorium memuat informasi kunci tentang pasien. Formulir harus mencakup jenis spesimen, asal spesimen, dokter/ Klinik pengirim, tanggal pengambilan dan pengiriman spesimen , nama pasien, usia, jenis kelamin. Informasi ini harus dapat dihubungkan dengan format demografis dari surveilan.
Format tersebut berlaku untuk semua jenjang pelayanan.
Sumber Pelaporan
Tempat-tempat pelayanan kesehatan yang mendeteksi adanya pasien-pasien dengan penyakit yang wajib dilaporkan, diminta untuk melaporkan hasil (menggunakan format pelaporan resmi) kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota , dan Dinas Kesehatan Provinsi untk meneruskannya ke Direktorat Jendera P2 PL.
Mekanisme umpan balik
Umpan balik kepada sumber pelapor adalah komponen penting untuk diagnosa
Umpan balik disampaikan kepada semua sumber pelapor pada semua tingkat, dengan memperhatikan mekanisme pelaporan baku yang telah ditentukan.
1. PERAN DALAM SISTEM SURVEILANCE
Laboratorium pemeriksa
Setiap penyakit yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang tidak dapat dilakukan oleh puskesmas atau laboratorium tingkat kabupaten, maka Laboratorium propinsi berfungsi sebagai rujukan bagi setiap kabupaten/kota dan jika laboratorium propinsi juga belum mampu maka harus dirujuk ke laboratorium rujukan nasional.
Pada umumnya pemeriksaan laboratorium yang mampu dilakukan oleh puskesmas dan laboratorium kabupaten kota adalah pemeriksaan mikroskopis sedang pemeriksaan biakan, imunologi dilakukan oleh laboratorium tingkat propinsi ( Balai Besar/ Balai laboratorium Kesehatan) . Pemeriksaan khusus yang belum dapat dilakukan di propinsi dapat dirujuk ke laboratorium rujukan nasional, misalnya untuk pemeriksaan virologis (polio, campak) yang memerlukan isolasi virus pada biakan jaringan atau test sequencing.
Pada kegiatan surveilans, sebagian besar pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh Balai Besar/ Balai Laboratorium Kesehatan.
Dinas Kabupaten / propinsi melakukan pengambilan dan pengumpulan spesimen dan mengirimkan ke Balai Besar/ Balai Laboratorium Kesehatan. Selain pemeriksaan spesimen penyakit menular, kegiatan surveilans yang dilakukan oleh Balai Besar/ Balai Laboratorium Kesehatan juga meliputi pemantauan lingkungan seperti pemeriksaan spesimen air minum, air bersih, air kolam renang , pemeriksaan pestisida, zat warna , pemeriksaan usap alat masak, makan dan kegiatan jasa boga lainnya.
Pada beberapa propinsi, kegiatan pemeriksaan laboratorium untuk surveilans juga dilakukan bersama laboratorium lain seperti BPOM ( Balai Pemeriksaan Obat & Makanan) untuk pemantauan spesimen makanan minuman milik produsen.
Setiap petugas surveilans kabupaten/kota perlu memiliki daftar nama dan nomor telpon dari staf laboratorium terkait seperti bagian: Bakteriologi, Virologi, Serologi, Parasitologi, dan Toksikologi.
Persiapan pemeriksaan
Setiap saat spesimen dikumpulkan oleh petugas di lapangan perlu: Membuat pengaturan lebih lanjut dengan penerima spesimen termasuk investigasi, keperluan untuk ijin import jika ada transport ke luar negeri. Membuat pengaturan Iebih lanjut dengan pembawa spesimen agar yakin bahwa pengiriman akan diterima sesuai dengan alat transportasinya.
- Perhatikan peraturan penerbangan domestik perihal Biosafety. Bahwa pengiriman (transport langsung jika mungkin) ditangani oleh perjalanan langsung, hindari kedatangan diakhir pekan bila mungkin, hindari perubahan dalam transport jika mungkin.
Siapkan dokumen yang perlu seperti syarat pengiriman, termasuk ijin bila diperiukan, berita acara, dan dokumen pengiriman.
Beritahukan kepada penerima spesimen di laboratorium perkiraan waktu kedatangan spesimen.
Rencana pemeriksaan laboratorium surveilans yang akan dilakukan harus selalu dibicarakan bersama antara Dinas Kesehatan propinsi dan Balai Besarl Balai Laboratorium Kesehatan diawal tahun sehingga Balai Besar/ Balai laboratorium Kesehatan dapat membuat rencana yang tepat untuk pemeriksaan spesimen surveilans disamping pemeriksaan untuk diagnosa yang dilakukannya.
Sebelum mengirim spesimen harus ada:
Perjanjian atau persetujuan yang telah dibuat antara pengirim,
pembawa dan penerima spesimen termasuk format permintaan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan yang akan digunakan. Pada kegiatan surveilans format baku demikian pada umumnya sudah tersedia di Dinas Kesehatan setempat.
- Konfirmasi dari laboratorium penerima bahwa siap untuk menerima spesimen.
- Bila spesimen tiba di luar jam kerja, maka petugas laboratorium harus diberitahukan agar siap menerima spesimen.
Hasil pemeriksaan Iaboratorium
a. Hasil pemeriksaan laboratorium dalam kegiatan surveilans harus dilaporkan secara berkala sesuai ketentuan kepada Ditjen P2PL Depkes melalui Dinas Kesehatan setempat menggunakan format baku yang telah disepakati.
b. Pada kasus-kasus maupun program khusus nasional seperti APP, Flu Burrung, TB, campak, kegiatan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan harus mengikuti Pedoman nasional yang telah ditetapkan.
c. Pada keadaan terjadi peningkatan kasus bermakna dan hasil pemeriksaan laboratorium mendukung keadaan klinis pasien, laboratorium harus pro aktif melaporkan dengan segera kepada petugas Dinas Kesehatan setempat disamping laporan rutin yang dikirimkan.
BAB IV
PROSEDUR UMUM LABORATORIUM
1. Prosedur pengambilan dan pengiriman spesimen berpotensi wabah
Spesimen darah:
Darah untuk kultur bakteriologi diambil sebelum pemberian antibiotik.
Dua kultur darah yang dikumpulkan pada hari yang berlainan atau interval waktu tertentu diharapkan dapat mengesampingkan kemungkinan kontaminasi dan dapat menegakan diagnose bakteriemia. Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan anak-anak sebanyak 3-5 ml. Untuk pasien-pasien yang lebih muda jumlahnya setengah dari dewasa.
Petunjuk umum untuk pengambilan spesimen biakan darah:
Disinfeksi kulit dengan alkohol, betadine atau kedua-duanya dan lakukan pengambilan darah secara aseptik.
1. Desinfeksi tutup dari botol biakan darah dengan alkohol dan suntikkan spesimen ke dalam botol Wasik atau Trypticase soy broth (atau Brainheart infusion) dengan perbandingan volume 1:10 (darah medium).
Tergantung usia anak volume darah dapat diambil sebanyak 2-5 ml dan dimasukkan ke dalam 30 ml kaldu atau 7-10 ml darah ke dalam 70m1 kaldu untuk orang dewasa.
2. lnkubasi botol-botol dengan posisi tegak lurus pada 35-37 °C
4 .Untuk Pemeriksaan Bakteri:
Darah disuntikan ke dalam botol-botol kultur yang berisi transport media (oxgall) dengan segera (sebelum membeku) dan dikirim ke laboratorium tanpa didinginkan atau dibekukan.
5. Untuk isolasi virus, Darah di sentifugasi untuk mendapatkan serum (minimal 1,5 cc), dikirim dalam suhu dingin (2-8C), untuk beberapa jam (dalam cool box dengan dry ice)atau dalam nitrogen liquid tank (-20 °C).
Spesimen dari luka, jaringan, abses, aspirat dan drainage:
Spesimen Jaringan atau cairan diambil dari dari lokasi infeksi/bengkak
Jaringan harus disimpan dalam wadah yang steril bermulut lebar dan ertutup ulir dan
segera di kirim ke laboratorium. Agar jaringan tidak kering dapat
ditambahkan Cairan isotonik (NaCI fisiologis) .
Untuk pemeriksaan mikrobiologi, direkomendasikan pengambilan spesimen sebanyak mungkin dan ditanam ke dalam media sebelum 2 jam.
Jika diperlukan isolasi anaerob cairan diambil dengan alat suntik, kemudian jarum ditusukan ke dalam karet atau sumbat untuk mencegah masuknya udara. Sampel yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam anaerobic jar dan masukkan gaspak anaerob ke dalamnya. Disarankan kultur anaerob dilakukan ditempat pengambilan sampel dan sampel dibawa ke laboratorium sudah di dalam anaerobic jar. Untuk pemeriksaan virus, maka swab lesi dimasukkan kedalam wadah yang sudah berisi virus transport medium (VTM) steril, kemudian dikirim segera ke laboratorium virologi dengan menggunakan cool box berisi coolpack atau dry ice.
Tinja:
1. Untuk Pemeriksaan Bakteri:
Diambil dengan tehnik rectal swab menggunakan kapas lidi steril. Kapas lidi harus melalui sphincter anal, dan secara hati-hati diputar, ditarik mundur dan segera dimasukkan ke dalam media transport Carry-Blair. Segera diproses karena beberapa bakteri seperti Shigella dan Campylobacter spp. tidak dapat bertahan hidup dengan adanya perubahan pH dan penurunan temperatur.
(Campylobacter hanya bertahan hidup 2 jam dan bakteri :yang lain 12 jam atau lebih).
Air alkali pepton direkomendasikan sebagai media pengayaan dan transport ( 6-8 jam ) untuk V.cholerae.
2. Untuk Pemeriksaan Parasit:
Spesimen tinja (2-3 gr) dimasukkan kedalam pot kering yang bersih, diamati dalam keadaan segar untuk menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid) dan adanya lekosit PMN sebagai tanda peradangan.
Spesimen tinja dapat diawetkan dalam MIF (merthiolate Iodine formalin) atau larutan 10% formalin untuk pemeriksaan parasit. Untuk pemeriksaan amuba harus dengan tinja segar. Tambahkan Lugol yodium ke atas sediaan basah untuk membedakan sel darah putih dan kista parasit.
Kista akan menangkap yodium dan muncul warna coklat terang, object lain
akan tampak bersih. Sebagai alternatif:
- Gunakan merthiolate iodine formalin (MIF) untuk mengkonfirmasikan adanya leukosit pada tinja, G.lamblia dan E.histolytica.
- Gunakan Pewarna Ziehl-Neelsen untuk mendeteksi Cryptosporidium yang tahan asam setelah difiksasi dengan metanol.
3. Untuk Pemeriksaan Virus:
Terutama virus polio, Spesimen tinja (8 gram) dimasukkan kedalam wadah pot yang bersih, transparan dan kering ,dengan sendok tertempel pada tutup dan bertutup ulir diluar, segera dikirim ke Laboratorium Rujukan Nasional Polio dalam cool box (2-8°C) atau sebelum dikirim disimpan sementara dalam temperatur (2-8°C). Pengiriman harus sampai kelaboratorium tidak boleh lebih dari 3 hari.
CSF:
Organisme-organisme penyebab radang selaput otak harus dikenali dengan cepat untuk menyelamatkan pasien (hasil pengecatan Gram atau tahan asam dapat sangat bermanfaat).
Untuk biakan dan analisa biokimia, spesimen harus dikumpulkan di dalam beberapa tabung steril dan ditangani secara aseptik .
Untuk pemeriksaan Mikrobiologi volume CSF harus cukup , terutama jika dicurigai TB atau fungal sebagai penyebab radang selaput otak. Jika spesimen dikumpulkan dalam dua tabung atau lebih secara berurutan, tabung pertama jangan digunakan untuk analisa mikrobiologi, tetapi jika spesimen hanya satu tabung maka pemeriksaan mikrobiologi dilakukan yang pertama. Tabung dibuka di laboratorium secara aseptik dan selanjutnya spesimen diambil untuk pemeriksaan kimia, serologi dan sitologi.
Biakan cairan otak harus dilaksanakan segera karena organisme- organisme di dalam CSF bersifat mudah mati dan jumlahnya sangat sedikit.
Sebagai media transport dan media pertumbuhan cairan otak, direkomendasikan Trans-Isolate medium (TIM) .Untuk isolasi virus, sebagian dari CSF diambil secara aseptik dan dikirim dalam keadaan beku dengan dry ice, sedangkan untuk pemeriksaan antibodi (JE-IgM antibodi), CSF dapat dikirim dengan coolbox (suhu 2-8 C).
Spesimen saluran pernafasan
Spesimen dari saluran pernafasan bagian atas (pharyng dan
nasopharyngeal) serta dahak harus disimpan dalam tempat yang steril, tertutup dan diolah dengan segera.,
Untuk mendeteksi tuberkulosis, selalu dianjurkan spesimen pagi hari dan pengambilan spesimen dilakukan sebanyak 3 kali yaitu sewaktu, pagi dan sewaktu Hasil pemeriksaan dari saluran pernapasan harus diinterpretasikan secara hati-hati karena adanya normal flora dan sering terjadinya infeksi nosokomial. Untuk pemeriksaan virologis (flu burung, campak, dn.), specimen swab nasopharyng atau swab pharyng harus dimasukkan dalam wadah yang
berisi VTM steril. Dikirim kelaboratorium dalam keadaan dingin (coolbox, 2¬8C).
Urine.
Untuk pemeriksaan virologis (campak) specimen urine diambil sebanyak 50 ml pada saat pasien panas atau timbul rash. Urine ditampung dalam wadah yang steril, kering dan bersih, tutup berulir keluar, langsung dikirim ke laboratorium dalam waktu 24-48 jam.
2. Prosedur Penanganan/ pengolahan spesimen : biakan darah
Biakan darah penting untuk diagnosis, pengobatan dan perawatan . Biakan darah sebanyak dua atau tiga kali (berbeda beda interval atau hari pengambilan darah) akan mendeteksi lebih dari 95% kasus bakteremia dan membantu laboratorium dalam membedakan dengan kontaminan.
1. Darah yang sudah diambil, diilnkubasi dalam botol-botol dengan posisi tegak lurus pada 35-37 °C selama 7-21 hari (Salmonella. typhi akan tumbuh dalam 7 hari dan Brucella sampai 3 minggu).
2. Periksa setiap hari untuk melihat adanya pertumbuhan.
Untuk botol biakan darah bifasik, setelah pemeriksaan balikkan botol supaya permukaan agar dilapisi dengan kaldu.
3. Lakukan identifikasi bakteri lebih lanjut terhadap koloni yang tumbuh.
4. Pada kultur kaldu tanpa agar (bukan bifasik) adanya pertumbuhan dapat dilihat dengan memeriksa adanya kekeruhan, hemolisis atau produksi
gas . Ambit 1-2 ml biakan cair ini , lakukan pengecatan Gram dan tanam pada Media untuk subkultur dari biakan kaldu:
1. Lempeng Agar Darah (, berisi 5% butir-butir darah merah domba¬domba)
2. Coklat Agar (CHOC)
3. MacConkey (MAC)
5. Pengujian selanjutnya untuk identifikasi bakteri lakukan sesuai bagan.
Spesimen CSF
Dua atau tiga tabung dad CSF dikumpulkan. Tabung pertama digunakan untuk menghitung lekosit , tabung yang ketiga digunakan untuk tujuan konfirmasi hasil.
Tabung ke dua digunakan untuk pemeriksaan biokimia dan mikrobiologi. Seandainya hanya ada satu tabung tersedia, harus dilakukan pemeriksaan mikrobiologi terlebih dahulu, tabung lain dibuka secara aseptik diambii sebagian untuk pemeriksaan biokimia dan sitologi.
CSF (Cairan Spinal) mungkin hanya berisi sedikit mikroorganisme ,
direkomendasikan untuk di konsentrasikan dengan cars disentrifus. Sedimen di suspensikan kembali dengan beberapa tetes supernatan dan digunakan untuk biakan serta pemeriksaan mikroskopis. Semua mikro organism yang tumbuh dari biakan ini potensial patogen.
Untuk pemeriksaan bakteriologis, jangan menyimpan CSF dalam refrigerator, CSF harus segera dikirim ke laboratorium untuk diproses, karena mikroorganisme akan cepat mati . Sedangkan untuk pemeriksaan virologis, CSF harus disimpan dalam refrigerator atau dalam freezer (jika menunggu sampai beberapa bulan).
Direkomendasikan untuk menginokulasikan spesimen dengan segera ke dalam Trans-Isolate Medium (TIM), yang digunakan sebagai medium transport dan media pertumbuhan pada waktu yang sama.
Spesimen Dahak
Spesimen dahak (bukan air liur ) harus diambil pagi-pagi dimasukkan ke dalam wadah yang steril dan diproses dalam waktu 2 jam. Jika terjadi penundaan dapat disimpan di dalam lemari es (suhu 2 — 8°C) untuk satu hari saja. Untuk pembuatan apus dan biakan sputum dilakukan di laboratorium Biosafety Level 2 .
Pengolahan dahak:
a. Pewarnaan Gram dan pewarnaan Ziehl Neelsen
b. Inokulasi ke agar darah, agar coklat dan MAC
c. Prosedur digesti dan dekontaminasi sputum :
N-Acetyl-L-cystine (NALC) konsentrasi antara 0,5 dan ,20% dapat melarutkan sputum dengan cepat. Larutan ini mengandung natrium hidroksida yang bertindak sebagai dekontaminan
Media Penanaman yang direkomendasikan:
Media padat dengan bahan dasar telor : Lowenstein-Jensen (II)
Media padat dengan bahan dasar agar:
Middlebrook 7H10
Middlebrook 7H11
Media cair (kaldu): Bactec 12B
Middlebrook 7H9
Inkubasi dalam posisi miring dengan Iingkungan 5-10% CO2 . Tutup tabung dilonggarkan pada minggu pertama.
Biakan diinkubasi selama 8 minggu untuk dapat menyatakan tidak ada pertumbuhan. Jika ada pertumbuhan , buat sediaan mikroskopis dan lakukan pengecatan tahan asam (Ziehl Neelsen)
Biakan apus tenggorok
Penyebab radang tenggorok paling umum adalah S. pyogenes (Streptokokus
grup A ), Staphylococcus aureus dan streptococcius viridan tertentu. Banyak
bakteri Gram-negative yang dapat diisolasi seperti Legionella spp.
Pseudomonas spp., Bordetella pertussis,Hemophilus spp. dan
Corynebacterium diphtheriae.
Pengambilan bahan dapat menggunakan kapas-Dacron-, kapas lidi yang dibasahi kalsium alginat
Bahan diambil dengan cara mengapus daerah tonsil dan faring posterior jangan menyentuh lidah dan uvula. Spesimen harus segera ditanam , jangan dibiarkan lebih dari 4 jam.
Pemilihan media berdasarkan penyakit yang dicurigai . Media diinkubasi secara aerob dengan penambahan 5% - 10% CO2
1. Media Rutin:
a. Agar coklat untuk Hemophilus dan Neisseria spp. ( dengan catatan bahwa Neisseria terdapat jugs pada carier ).
b. Agar darah untuk Staphylococcus, Streptokokus B hemolitikus dan Streptococcus viridans.
2. Media Selektif:
a. Blood-tellurite atau agar Loefflers untuk C.diphtheriae
b. Bordet-Gengou (harus selalu segar) untuk B.pertussis
Corynebacterium diphtheriae jika diwarnai dengan metilen blue atau
pewarnaan Neisser tampak memiliki granula yang metakromatik
Biakan urin
Biakan urin pada untuk sistem Kewaspadaan dini hanya dilakukan untuk pemeriksaan campak.
Urin sewaktu dengan altran tengah diambil sebanyak 50 cc dalam pot urin yang kering, bersih dan steril. Segera dikirim ke Laboratorium Rujukan Nasional Campak dengan keadaan dingin dalam cool box (suhu 2-8°C).
Biakan luka
Jika penyebab infeksi dicurigai bakteri anaerob, spesimen tidak boleh terpapar udara lebih dari 5 menit.Untuk menghindari bakteri kontaminan, spesimen purulen diambil dengan lidi kapas atau diaspirasi menggunakan spuit lalu ditaruh dalam 1 ml cairan garam fisiologis ( yang sudah diinkubasi dalam gas pack jar > 4 jam untuk mengeliminasi oksigen ) atau dalam thioglycolat broth
Spesimen harus segera diproses dalam waktu 2 jam, dan tidak perlu disimpan dalam lemari pendingin
1. Lakukan Pewarnaan Gram .
2. Inokulasi pada media berikut untuk isolasi aerob :
a. Media Agar Darah
b. Media Agar Mc. Conkey
3. Inkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dan amati koloni yang tumbuh.
4. Untuk isolasi anaerob gunakan agar darah atau kaldu daging jika ada dengan catatan:
a. Media untuk biakan anaerob harus direduksi dengan cara disimpan dalam anaerobic jar yang berisi GasPak anaerob selama >4 jam untuk mengurangi tekanan Oxygen .
20
Corynebacterium diphtheriae jika diwarnai dengan metilen blue atau
pewarnaan Neisser tampak memiliki granula yang metakromatik
Biakan urin
Biakan urin pada untuk sistem Kewaspadaan dini hanya dilakukan untuk pemeriksaan campak.
Urin sewaktu dengan aliran tengah diambil sebanyak 50 cc dalam pot urin yang kering, bersih dan steril. Sedera dikirim ke Laboratorium Rujukan Nasional Campak dengan keadaan dingin dalam cool box (suhu 2-8°C).
Biakan luka
Jika penyebab infeksi dicurigai bakteri anaerob, spesimen tidak boleh terpapar udara lebih dari 5 menit.
Untuk menghindari bakteri kontaminan, spesimen purulen diambil dengan lidi kapas atau diaspirasi menggunakan spuit lalu ditaruh dalam 1 ml cairan garam fisiologis ( yang sudah diinkubasi dalam gas pack jar > 4 jam untuk mengeliminasi oksigen ) atau dalam thioglycolat broth
Spesimen harus segera diproses dalam waktu 2 jam, dan tidak perlu disimpan dalam lemari pendingin
1. Lakukan Pewarnaan Gram .
2. Inokulasi pada media berikut untuk isolasi aerob :
a. Media Agar Darah
b. Media Agar Mc. Conkey
3. Inkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dan amati koloni yang tumbuh.
4. Untuk isolasi anaerob gunakan agar darah atau kaldu daging cincang jika ada dengan catatan:
a. Media untuk biakan anaerob harus direduksi dengan cars disimpan dalam anaerobic jar yang berisi GasPak anaerob selama >4 jam untuk mengurangi tekanan Oxygen .
20
b. Pemrosesan spesiman harus selesai dalam waktu beberapa menit untuk meminimalkan kontak dengan oksigen
c. Inkubasi media yang sudah ditanami pada suhu 37 °C selama 2-5 hari pada kondisi anaerob.
d. Koloni yang tumbuh harus dilakukan subkultur pada suhu 37 °C dan dibiarkan tumbuh diudara (aerotolerance test). Sisanya diinkubasi secara anaerob
e. Hanya bakteri fakultatif anaerob tumbuh diudara, sedangkan bakteri anaerob murni tidak akan tumbuh.
f. Lakukan pewarnaan Gram pada semua kasus.
5. Untuk mengidentifikasi bakteri fakultatif, lihat pada tabel.
6. Untuk mengidentifikasi bakteri anaerob, kirimkan media dengan pertumbuhan kuman dalam kondisi anaerob ke laboratorium rujukan
7. Lihat bagan untuk pengolahan spesimen luka:
Kultur Tinja
1. Spesimen tinja (1-2 gm) diamati dalam keadaan segar untuk
konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid) dan adanya lekosit PMN sebagai tanda peradangan:
Tambahkan Lugol yodium ke atas sediaan basah untuk membedakan sel darah putih dan kista parasit.
Kista akan menangkap yodium dan muncul warna coklat terang, object lain akan tampak bersih.
Sebagai alternatif:
Dapat digunakan merthiolate yodium (formalin (MIF) noda untuk mengkonfirmasikan adanya leukosit pada tinja, Giardia .lamblia dan E.histolytica.
Pewarna Ziehl-Neelsen untuk mendeteksi Cryptosporidium yang tahan asam setelah difiksasi dengan metanol.
2. Untuk mendeteksi darah samar:
Sediaan apus diberi larutan guaiac. Larutan ini jernih, jika kontak dengan peroksidase (terdapat dalam sel darah dan beberapa makanan) warnanya akan berubah menjadi biru.
3. Jika tinja tidak bisa diperoleh, ambit apus dubur 1-2 (atau Iebih) hapusan, masukkan ke dalam Cary-Blair simpan dalam lemari es sampai diproses. Bakteri dapat bertahan hidup di dalam medium ini untuk 1-2 hart, tapi Campylobacter spp hanya tahan beberapa (2-3) jam.
Biakan langsung :
Tinja diinokulasi pada agar: MacConkey (MAC), Salmonella-Shigella (SS atau Hoektoen Enterik Agar ) dan Campylobacter agar-agar (CAMPY).
Semua media yang sudah diinokulasi kuman diinkubasi selama 24h pada 37 °C, kecuali Campylobacter yang harus diinkubasi pada 42 °C selama 48jam dengan CO2 (5-10%) menggunakan sungkup lilin atau gaspak Campylobacter
Kultur dengan pengayaan :
lnokulasi pada Selenit F broth sebagai media pengayaan untuk Salmonella spp kemudian inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C Untuk V. Cholera gunakan alkali peptone , inkubasi 6 jam pada suhu 37 °C.
Dad Selenite F tanam ke agar MAC dan SS.
Dart alkali peptone ke TCBS Thiosulfate Sukrosa Empedu Sitrat .
Selanjutnya lakukan biakan sampel tinja sesuai bagan.
3. Sistem Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium untuk Kewaspadaan Dini penyakit menular berpotensi wabah selain disampaikan kepada dokter yang mengirim untuk kepentingan diagnosa, jugs dilaporkan secara berkala sesuai ketentuan kepada Ditjen P2PL Depkes melalui Dinas Kesehatan setempat menggunakan format baku yang telah disepakati untuk kegiatan surveilans.
Pada kasus-kasus maupun program khusus nasional seperti AFP, Flu Burrung, TB, campak, kegiatan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan harus mengikuti Pedoman nasional yang telah ditetapkan.
Pada keadaan terjadi peningkatan kasus bermakna dan hasil pemeriksaan laboratorium mendukung keadaan klinis pasien, laboratorium harus pro aktif melaporkan dengan segera kepada petugas Dinas Kesehatan setempat yang bertanggung jawab dan berkompeten untuk segera ditindak lanjuti.
BAB V
PENYAKIT-PENYAKIT BERPOTENSI WABAH DI
INDONESIA
MENINGITIS BAKTERI
Merupakan radang meningen yang disebabkan oleh bakteri
Diagnosis etiologi sangat penting untuk pengobatan pasien
CSF dari pasien-pasien yang dicurigai menderita meningitis perlu segera diproses untuk menentukan etiologic.
Bakteri penyebab:
Hemophilus influenzae type b adalah yang paling umum penyebab meningitis
pada anak-anak di bawah 6 tahun. Di atas usia itu penyebabnya mungkin meningococcal atau pneumococcal.
• Bakteri yang paling umum sebagai penyebab meningitis akut adalah:
Streptococcus pneumoniae
a. Hemophilus influenza
b. Neisseria meningitides
c. Kelompok streptococci (S. agalactiae)
d. Staphylococcus spp.
• Bakteri yang paling umum sebagai penyebab meningitis kronis adalah:
a. Mycobacterium tuberculosis
b. Brucella
c. Cryptococcus neoformans
d. Candida spp.
Spesimen CSF harus ditangani dan diproses di dalam safety cabinet untuk menghindari kontaminasi dan penularan oleh bakteri penyebab menigitis.
Kultur dan identifikasi:
Semua organisme yang tumbuh pada biakan adalah patogen pada manusia dan berpotensi wabah bila tidak ditangani dengan benar.
1). Neisseria meningitidis:
Bakteri ini bisa dikultur dari darah pasien-meningitis bila mana hasil kultur dari CFS negatif.
a. Pemeriksaan mikroskopis Gram-negatif diplokokus, terdapat di
dalam leukosit PMN.
b. Tumbuh lebih baik pada agar darah (BA) atau agar coklat.
2) Streptokokus pneumoniae:
Streptococcus pneumoniae merupakan juga penyebab utama meningitis pada orang dewasa, dapat diisolasi dari penderita pneumonia, infeksi telinga dan sepsis
Strain hash! isolasi memiliki kapsul.
Disk Optochin digunakan untuk membedakan pneumococci ( terdapat zona inhibisi > 14 mm) dari streptococcus viridan
Deteksi antigen dilaksanakan dengan menggunakan lateks aglutinasi Pada uji kepekaan, antibiotik yang rutin dites dengan metoda difusi disk pada agar darah Muller-Hinton Agar, adalah: oxacillin, kloramfenikol, sulfamethoxazole- trimethoprim (SXT), ceftriaxone,vancomycin, eritromisin dan tetrasiklina.
3). Hemophilus inflenzae (HI):
a.Mikroskopis: Coccobacilli gram-negatif (atau pleomorf).
Ada enam serotipe (a- f ), yang didasarkan pada sifat antigen dari kapsul polisakarida. Tipe b Iebih ganas dan biasanya menyebabkan infeksi yang invasive pada meninges, epiglottis, paru-paru, sendi dan area lain.
b.Pertumbuhan pada agar darah domba tidak subur atau tidak tumbuh sama sekali.Pertumbuhan terbaik pada agar coklat yang ditambah dengan isovitalex. Spesimen clan saluran pernapasan biasanya berisi bakteri oral yang mudah tumbuh dengan subur sehingga menutupi Hemophilus, maka biasanya ditambahkan basitrasin 300mg/L kedalam Agar Coklat.
Koloni cembung bulat, halus, transparan atau pucat abu abu dengan bau yang khas.
Konfirmasi HI memerlukan demonstrasi faktor X dan V
Bisa dalam bentuk cakram yang ditempatkan diatas biakan yang muds pada nutrientor Muller Hinton agar untuk mengamati adanya peningkatan pertumbuhan di sekitar cakram-cakram. Sebagai alternatif, dapat digoreskan Staphylococcus aureus pada permukaan dari agar darah yang diinkubasi, koloni HI akan muncul lebih besar (satelit, Staphylococcus menghasilkan Faktor V ke dalam medium).
Slide aglutinasi menggunakan antisera (a-f )adalah metoda yang biasa digunakan untuk serotyping (terutama untuk deteksi langsung antigen pada CSF), tetapi dapat terjadi hasil positif palsu karena adanya reaksi silang dengan organisma-organisma lain, eg. Streptokokus pneumoniae).
c. Kepekaan Antibiotik dilakukan dengan Difusi Cakram pada Muller Hinton Chocolate Agar. Antibiotik yang harus diuji adalah: Ampisilin, kloramfenikol, sulfamethoxazole-trimethoprim, ceftriaxone, eritromisin, dan tetrasiklina. Produksi Beta-lactamase bisa diuji dengan menggunakan cakram beta¬lactamase
26
(AFP) POLIOMYELITIS
AFP adalah suatu gejala dari beberapa penyakit-penyakit, termasuk poliomielitis, Guillain-Barre Sindrom, Transverse Myelitis, penyakit-penyakit neurologis lain dan trauma.
Poliomyelitis adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus Polio, mengakibatkan reaksi peradangan di dalam sistem saraf pusat, sehingga menimbulkan ketumpuhan yang bersifat layuh ( AFP = Acute Flacid Paralyse).
Spesimen harus ditangani secara aseptik dalam biosafety cabinet kelas II. Spesimen harus dikirim ke Laboratorium rujukan untuk diagnosis.
Dua spesimen tinja (masing-masing 5-10 g) harus dikumpulkan dari penderita yang dicurigai dengan interval 24 jam kedalam pot tinja yang bersih, steril dan kering. Spesimen dalam lemari pendingin (2-8°C) tahan selama 2-3 hari (selama transportasi yang singkat) atau dibekukan pada -20 °C (tahan beberapa bulan).
Virus ini bisa juga diisolasi dari apus tenggorok atau CSF.
Untuk pemeriksaan serologi, digunakan sesimen serum yang dapat disimpan lama dalam keadaan beku (-20 °C) untuk mengukur kenaikan titer antibodi (IgM dan IgG) antara fase akut dan fase penyembuhan/konvalesen dari penyakit.
RABIES
Rabies atau penyakit anjing gila adalah suatu penyakit menular yang menyerang sistem syaraf manusia dan binatang berdarah panas dan berakibat fatal. Penyebabnya adalah Single stranded RNA virus dari golongan Rhabdoviridae.
Semua spesimen harus dikumpulkan secara hati-hati baik penanganan maupun pengirimannya dan harus sesuai prosedur tetap.
Untuk pengambilan, penanganan dan pemeriksaan spesimen rabies (hewan dan manusia) dilakukan oleh Laboratorium Veteriner.
DIPTH ERI
Dipteri adalah suatu penyakit infeksi pernapasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae, dapat menular dengan cepat dan berpotensi menimbulkan wabah serta berakibat fatal.
Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri berbentuk batang Gram-positive pleomorf.
Penanganan spesimen harus dilakukan dalam Biosafety Cabinet Class 11. Corynebacterium diphtheriae dapat diisolasi pada Media cystein selektif tellurite Agar Darah. Koloni berwarna kelabu atau hitam agak berbau khas sesudah diinkubasi selama 24 jam diinkubator dengan temperatur 37°C. Dengan pewarnaan khusus Neisser terlihat bakteri berbentuk batang yang mempunyai granula metakromatik.
Lapor kepada dokter dengan segera bila dijumpai hasil yang positif.
MALARIA
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang berkembang biak dalam set darah merah manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Ada empat spesies plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia yaitu:
P. vivax, P. falciparum, P. Malariae, P. Ovale.
Janis plasmodium yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah P. vivax dan P. Falciparum. KLB malaria masih sering terjadi di Indonesia. Untuk itu diagnosis yang tepat sangat diperlukan.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan serologi dan mikroskopis. Hingga saat ini pemeriksaan mikroskopis dari sediaan darah tebal dan tipis dengan pulasan Giemsa masih merupakan standar baku emas di Indonesia.
TETANUS NEONATORUM
Tetanus adalah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri anaerob Clostridium tetani yang ditandai oleh kejang otot (tidak disertai demam) di sekitar mulut, rahang dan otot pernapasan sehingga kesulitan untuk menyusui dan bernapas.
Clostridium tetani merupakan bakteri anaerob yang membentuk spora terminal menyerupai bentuk tongkat, bersifat Gram positif.
Spora resisten terhadap pengeringan, panas, dan pasteurisasi yang tidak sempurna, dapat dibunuh oleh autoclaving atau penggunaan larutan iodium 2% atau gluteraldehyde selama 3 jam.
CAM PAK
Penyakit campak atau Measles adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus campak dengan gejala panas, batuk, pilek, radang mata, takut sinar dan rash, dengan komplikasi radang selaput telinga dan bronchopneumonia. Penyakit campak terutama menyerang pada anak balita. Penyakit ini ditularkan melalui saluran pernafasan yaitu melalui udara yang tercemar oleh virus campak atau kontak dengan anak yang terinfeksi virus campak. Virus masuk kedalam saluran pernafasan anak kemudian berkembang biak dalam kelejar lymphe dan jaringan epithel mucosa. Virus dapat ditemukan di cairan tubuh, air mata, throat swab, urine dan darah. Humoral antibody (IgM) dapat dideteksi pada saat rash dan mencapai puncaknya pada hari ke-1 0, sedangkan IgG terbentuk Iebih lambat tapi dapat bertahan lama. IgA jugs dapat ditemukan pada cairan secresi.
Spesimen untuk pemeriksaan isolasi virus campak adalah throat swab atau urine anak, yang diambil 1 kali pada saat rash sampai 2 minggu setelah
rash. Spesimen paling balk diambil dalam waktu 14 hari setelah gejala rash. Spesimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB campak adalah darahlserum untuk dilakukan pemeriksaan 1gM antibodinya. Dengan diketahui adanya 1gM antibody, berarti diagnostic terjadi "recent infection" atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus campak.
Penyakit campak dapat dicegah dengan vaksinasi. Ada 2 jenis vaksin yang dipakai yaitu vaksin campak hidup dan yang inaktif (mati). Saat ini vaksin campak sudah digunakan oleh negara berkembang dan negara maju untuk imunisasi rutin. Vaksin campak dapat juga dikombinasi dengan vaksin untuk penyakit mump dan rubella yaitu vaksin MMR.
Surveilans campak adalah satu- satunya Para untuk mendeteksi secara dini adanya sirkulasi virus campak di masyarakat. Sejak tahun 2000, pemerintah Indonesia telah melaksanakan program eliminasi virus campak secara nasional dengan tujuan menurunkan kejadian KLB campak. Strategi eliminasi campak yang dilaksanakan pemerintah Indonesia adalah dengan peningkatan program imunisasi dan investigasi KLB campak. Sejak tahun 2008, secara terbatas program juga melakukan surveilans campak untuk propinsi tertentu yang disebut dengan case base surveilans aktif campak.
3APANESE ENCEPHALITIS (3E)
Penyakit JE adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus JE, terutama menyerang pada anak balita, dengan gejala panas, gangguan mental, gangguan motorik pada bicara, mata dan pantat, dan sexing terjadi kejang¬kejang. Kematian biasanya terjadi setelah 10 hari.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Nyamuk berkembang biak di sawah yang dekat dengan kandang babi atau sapi. Babi dan sapi merupakan vektor pembawa virus, sehingga jika nyamuk menggigit babi kemudian menggigi manusia, maka virus akan ditularkan dari babi ke manusia. Selain babi, hewan perantara yang lain adalah sapi, kuda, burung sawah, buaya, kambing, domba dan unggas.
Spesimen untuk konfirmasi diagnosa laboratorium JE adalah darah/sera, yang diambil 1 kali pada saat panas. Pada saat ini spesimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB JE adalah darah/serum atau cairan serebrospinal (lumbal
fungsi) untuk dilakukan pemeriksaan IgM antibodinya. Dengan diketahui adanya IgM antibody anak berarti diagnostic terjadi "recent infection" atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus JE.
Penyakit JE dapat dicegah dengan vaksinasi dan membasmi nyamuk Culex. Sampai saat ini vaksin JE belum digunakan di Indonesia, dan yang dilakukan program untuk mencegah meluasnya penyakit JE hanyalah kebersihan lingkungan yaitu untuk memberantas nyamuk dan jentik nyamuk Culex. Vaksinasi pada babi telah dilakukan di Jepang, akan tetapi ternyata masih kurang effektif, sehingga perlu untuk dibuat vaksin untuk manusia dan sekarang ini sudah dikembangkan vaksin untuk menusia yang diproduksi dari otak tikus atau kultur ginjal hamster.
Di Indonesia belum ada program surveilans JE secara nasional kecuali hanya investigasi KLB saja. Investigasi dilakukan apabila ada laporan terjadi KLB di suatu daerah tertentu, kemudain diambil specimen darah/serum untuk konfirmasi diagnosa laboratorium, apakah benar KLB disebabkan oleh virus JE.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan ELISA atau Haemaglutinasi Inhibisi (HI) test. Untuk test HI perlu darah acut dan darah convalesent (diambil 10-14 hr sesudah pengambilan darah I).
CHIKUNGUNYA
Penyakit Chickungunya adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus chickungunya, menyerang pada semua umur, dengan gejala specific panas dan ngilu pada seluruh sendi badan. Masa inkubasi 3-12 hari, kemudian diikuti dengan panas dan ngilu pada sendi, dan biasanya sakit pada pantat dan tulang sangat berat sehingga pasient tidak bisa bergerak.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti. Virus berkembang biak dalam nyamuk kemudian berada di saliva, dan bila nyamuk menggigit manusia maka virus yang ada di saliva nyamuk masuk kedalam tubuh manusia. Virus kemudian masuk kedalam peredaran darah dan beredar kedalam organ tubuh yang lainnya.
Virus berada dalam darah selama 1 — 3 hari setelah infeksi, tapi kadang-kadang masih dapat ditemukan sampai 1 minggu. Specimen untuk pemeriksaan isolasi virus chickungunya adalah darah/sera, yang diambil 1 kali
pada saat panas. Specimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB chickungunya adalah darah/serum untuk dilakukan pemeriksaan IgM antibodinya. Dengan diketahui adanya IgM antibody anak berarti diagnostic terjadi "recent infection" atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus chickungunya.
Penyakit chickungunya dapat dicegah dengan membasmi nyamuk Aedes. Sampai saat ini vaksin chickungunya belum ada. Yang dilakukan program untuk mencegah meluasnya penyakit chickungunya hanyalah kebersihan Iingkungan yaitu untuk memberantas nyamuk dan jentik nyamuk A. Aegypti.
Surveilans chickungunya adalah satunya cara untuk mendeteksi secara dini adanya sirkulasi virus chickungunya di masyarakat. Akan tetapi surveilans chickungunya belum ada programnya kecuali hanya investigasi KLB saja. Investigasi dilakukan apabila ada laporan terjadi KLB di suatu daerah tertentu, kemudain diambil specimen darah/serum untuk konfirmasi diagnosa laboratorium, apakah benar KLB disebabkan oleh virus chickungunya.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan test cepat, ELISA atau Haemaglutinasi Inhibisi (HI) test. Untuk test HI perlu darah acut dan darah convalesent (diambil 10-14 hr sesudah pengambilan darah I).
DEMAM BERDARAH DENGUE
Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena mempunyai morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) yang tinggi dan sering terjadinya wabah penyakit ini. Penyebabnya adalah virus Dengue, yaitu suatu Flavavirus, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agepty dan Aedes albopictus. Beberapa cara pemeriksaan laboratorium dipakai untuk menegakkan diagnosa demam berdarab dengue. Diagnosa pasti adalah dengan biakan virus tetapi memerlukan fasilitas yang mahal dan tehnik yang sulit. Juga sekarang ini mulai dipakai pemeriksaan PCR (Polymerise Chain Reaction), terutama untuk mengetahui subtipe dari virus DBD ini. Tetapi yang umum dipakai adalah dengan pemeriksaan antibodi Anti DBD IgM-IgG dan sekarang banyak dipakai dengan tehnik pemeriksaan !CT Rapid Test. Saat ini muncul pemeriksaan
untuk mendeteksi protein antigen dari virus ini yaitu antigen NS1 dengan tehnik pemeriksaan ICT rapid test. Sedangkan pemeriksaan laboratorium penunjang lainnya adalah pemeriksaan darah rutin, dimana dijumpai penurunan jumlah trombosit ( < 100.0001pL) dan juga leukosit (trombositopenia dan leukopenia), hematokrit meningkat (naik >20%), enzym transaminase hati meningkat SGOT dan SGPT), kadar albumin menurun, elektrolit sering terjadi gangguan keseimbangan.
DEMAM DENGUE
Demam Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang sama dengan virus Demam Berdarah Dengue dengan serotipe yang berbeda. Penyakit ini tidak menimbulkan gejala perdarahan dan gejala klinis lebih ringan daripada Demam Berdarah Dengue.
Penanganan spesimen dan pemeriksaan laboratorium sama dengan DBD.
DIARE AKUT
Diane adalah suatu gejala penyakit menular yang ditandai oleh buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan konsistensi tinja yang encer.
DIARE AKUT BERDARAH
Diare akut berdarah adalah diare lebih dari 3 kali dalam 24 jam disertai dengan darah dan lendir.
Gejala lain dapat berupa rasa tidak enak badan, sakit kepala, pusing serta kejang otot perut dapat menyebabkan kematian dan berpotensi wabah.
Diare berdarah dapat disebabkan oleh Shigella, Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC), Entamoeba histolytica.
Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah dan tidak berdarah tergantung dari perjalanan klinis penyakit dan ketahanan tubuh pasien.
DIARE AKUT TIDAK BERDARAH
Diare akut tak berdarah dapat disebabkan oleh Entero Toxin Escherichia coli (ETEC), enteropathogenic Escherechia coli (EPEC), Vibrio cholera, Rotavirus (paling sering pada anak-anak), Cryptosporidium dan Giardia lamblia.
KOLERA
Ko!era merupakan penyakit yang disebabkan oleh Vibrio cholera dan ditandai oleh diare akut (lebih dari 10 kali dalam 24 jam) dengan konsistensi tinja sangat cair seperti air cucian beras dan bau yang sangat khas. Penyakit ini paling sering menimbulkan KLB/ wabah di Indonesia.
DEMAM TIFOID
Demam Tifoid adalah satu infeksi/peradangan akut sistemik disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini termasuk juga demam paratifus yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi (A, B, atau C).
Gejala khas dari penyakit ini didahului ()Leh gastroentritisis akut dan diikuti demam, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak badan, rasa dingin, batuk dan mual.
Salmonella typhi merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob, oksidase negatif, motil (dengan flagela peritrichous), tidak meragi laktose, urease negatif, indol negatif, tidak berkapsul, dan tidak membentuk spora.
PERTUSIS (BATUK ROAN)
Pertusis merupakan penyakit menular infeksi saluran napas yang banyak menyerang anak-anak yang disebabkan oleh Bordetella pertusis mengakibatkan batuk yang hebat dan berkepanjangan sampai sesak napas dan dapat berakibat fatal.
Bordetella pertusis merupakan suatu bakteri berbentuk kokobasilus yang bersifat Gram-negatif.
Ada tiga jenis Bordetella yang patogen terhadap manusia yaitu Bordetella bronchiseptica, Bordetalla pertusis dan Bordetella parapertusis.
JAUNDIS AKUT
Keadaan jaundis (ikterik) akut adalah terjadinya peningkatan bilirubin yang meningkat dalam darah (>2mg/m1) dan jugs bisa dilihat dari peningkatan bilirubin urine.
Penyakit infeksi akut yang bisa menyebabkan terjadinya keadaan jaundis (ikterik) akut adalah Viral hepatitis A akut dan Leptospira. Kedua jenis penyakit infeksi ini dapat menyebabkan terjadinya wabah ataupun kejadian luar biasa. Penyakit Hepatitis A Viral Akut ditularkan melalui fecal-oral (saluran pencernaan) dengan higienis perseorangan yang kurang sedangkan penyakit infeksi Leptospira banyak terjadi berhubungan dengan musim hujan dan banjir, sehingga wabah penyakit ini harus diwaspadai dengan datangnya musim tersebut.
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa penyakit tersebut diatas adalah pemeriksaan darah rutin,bilirubin total dan direk, enzyme transaminase hati (SGOT dan SGPT) dan fungsi ginjal untuk pemeriksaan penunjang, sedangkan pemeriksaan serologi untuk Hepatitis A viral akut adalah Anti HAV-lgM yang diperiksa dengan metode ImmunoComb Anti HAV-!gM ataupun dengan metode ELISA IgM-Anti HAV. Untuk pemeriksaan skrining serologis Leptospira yang sering dilakukan adalah dengan Leptotek Lateral flow Anti Leptospira IgM-IgG dan untuk konfirmasi digunakan metode MAT (Microscopic Agglutination Test) . Hingga saat ini laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan ini hanya Balitvet Bogor dan Semarang.
TERSANGKA FLU BURUNG PADA MANUSIA
Flu burung atau Avian Influenza adalah penyakit menular pada hewan yang disebabkan oleh virus yang biasanya hanya menginfeksi unggas dan terkadang babi.Penyebabnya adalah virus influenza tipe A dan dapat
dibedakan menjadi banyak subtipe, berdasakan petanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus Influenza A yaitu protein haemaglutinin dilambangkan dengan H dan protein neuroaminidase dilambangkan dengan N. Ada 15 macam protein H, dari H1 — H15, sedangkan N terdiri dari 9 macam, dari N1 — N9. Kombinasi kedua protein ini bisa menghasilkan banyak sekali varian subtipe dart influenza tipe A. Virus avian Influenza (Al) adalah virus Influenza A subtipe H5N1 yang digolongkan dalam Highly Pathogenic avian Influenza (HPAI).
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis penyakit Avian influenza dapat dilakukan dengan biakan virus tetapi harus dilakukan di laboratorium dengan fasilitas Biosafety Cabinet Class III. Pemeriksaan lain yang defenitif adalah pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan lain berupa imunofluoresen menggunakan H5N1 antibodi monoklonal, uji serologi ELISA dan IFAT untuk mendeteksi antibodi spesifik. Dari pemeriksaan yang disebutkan ini hanya pemeriksaan PCR yang sudah bisa dilakukan oleh laboratorium rujukan sub regional dan Laboratorium rujukan regional flu Burung. Untuk konfirmasi basil spesimen dirujuk ke laboratorium Puslitbang Biomedis & Farmasi Depkes di Jakarta ..
Pemeriksaan laboratorium penunjang adalah pemeriksaan darah rutin, dimana dijumpai leukopenia dengan limpopenia dan kadang-kadang trombositopenia. Fungsi hati SGOT SGPT meningkat diatas batas normal, demikian juga dengan nilai pemeriksaan CPK. Bahan pemeriksaan yang diambil untuk pemeriksaan PCR adalah apus hidung dan tenggorok , menggunakan kapas lidi steril dengan tangkai dacron dan segera dimasukkan ke media transport : Hank's media.
ANTRAKS
Penyakit antraks merupakan penyakit yang endemis di daerah peternakan dan pertanian. Di Indonesia penyakit antraks ditemukan sejak tahun 1832 dan setiap tahun kasusnya bervariasi antara 20-55 kasus, dimana yang banyak dijumpai adalah antraks kulit dan saluran pencernaan.
Penularan antraks pada manusia terjadi apabila endospora antraks yang bisa
hidup sampai puluhan tahun masuk kedalam tubuh manusia melalui tiga cara
yaitu pertama bersentuhan dari hewan yang terinfeksi atau produk hewan tersebut seperti kulit dan bulu, kedua melalui pernafasn (inhalasi) dan ketiga dengan memakan hewan yang terinfeksi antraks.
Etiologinya adalah Bacillus anthracis, bakteri besar Gram positif, bersifat aerob,berkapsul, non motile, mempunyai kemampuan untuk membentuk spora dan toksin, berukuran 1 — 1,5 pm hingga 3 — 10 pm, non hemolitik pada agar darah domba, tumbuh pada suhu 37°C dengan gambaran seluler joint bamboo-rod dan membentuk gambaran koloni curled hair yang unik.
Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis penyakit antraks dilakukan :
1. Secara morfologis dengan pewarnaan Gram (melalui pemeriksaan mikroskopis preparat ulas).
2. Secara kultur-isolasi bakteriologik dan identifikasi agen penyebab.
3. Secara serodiagnostik (melalui uji Ascoli).
4. Dengan cara mengukur antibodi yang ada dalam serum penderita, yaitu dengan tehnik ELISA.
5. Dengan mengukur tingkat keganasan isolate (melalui uji patogenitas/biologik).
Semua pemeriksaan diatas harus dilakukan di laboratorium dengan fasilitas minimum BSL II.
BAB VI
MANAGEMENT LABORATORIUM
Jaminan Mutu dan keamanan Laboratorium
Ahli mikrobiologi harus memastikan bahwa laboratoriumnya memberikan pelayanan bermutu tinggi terhadap pasien, melalui pengalaman, ketepatan dan pelaporan yang cepat. Sua tu laboratorium harus mempunyai program jaminan mutu yang dirancang untuk memonitor dan mengevaluasi mutu dan hasil pemeriksaan yang memadai.
Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan metode standar dalam pengambilan, pengiriman, dan pengolahan bahan pemeriksaan . Reagan yang baik (tidak kadaluarsa) dan peralatan yang berfungsi dengan baik sangat perlu untuk diperhatikan.
Pengendalian Mutu
Pengendalian Mutu merupakan pemantauan aktivitas laboratorium, merupakan suatu proses mulai dari pre analitik, dengan menilai kesegaran, mutu dan kecukupan dari spesimen-spesimen melalui informasi tentang pengambilan, pengiriman dan metoda analisis sampai pada post analitik memberikan hasil pemeriksaan bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan.
Indikator penampilan
1.Laboratorium harus mampu untuk menseleksi bahan pemeriksaan serta mengidentifikasi spesimen yang tepat.
2. Penggunaan tanda terima dari laboratorium untuk meminta hasil analisis.
3. Pengembangan SOP.
4. Tata ruang, lingkungan dan jumlah pegawai Laboratorium yang memadai.
5. Pelatihan dan upgrading berkelanjutan bagi ketrampilan-ketrampilan karyawan.
6. Pengawasan pekerjaan sehari-hari, evaluasi pegawai secara berkala, validasi pemeriksaan laboratorium
7. Kemampuan laboratorium dalam memonitor dan mengevaluasi penampilan secara keseluruhan dengan cara memberikan bahan pemeriksaan yang sama kepada analis sebagai bahan pemeriksaan kedua atau dikirim ke laboratorium lain.
8. Pembuangan bahan pemeriksaan yang tepat.
9. Penggunaan prosedur-prosedur yang aman di dalam laboratorium dan pengembangan rencana-penanganan terhadap percikan, kebakaran dan kasus kasus darurat Iainnya.
10. Pengendalian mutu internal dan eksternal laboratorium.
1) Pengendalian mutu internal termasuk pemantauan mutu media, reagen, kalibrasi peralatan dan mutu hasil pemeriksaan .
Dokumentasi pengendalian mutu sama pentingnya dengan kinerja laboratorium
2) Aktivitas pengendalian mutu eksternal termasuk pemeriksaan berkala oleh Badan yang bertanggung jawab untuk akreditasi laboratorium dan proficiency tesing.t
11.Tanggung jawab untuk monitoring efektivitas pelayanan laboratorium termasuk pemeriksaan nosokomial infeksi dan sterilisasi ruang dan peralatan operasi , bank darah serta pelayanan dialisis
39
Data management :
Data management termasuk Sistem pencatatan , sistem pelaporan, penyimpanan dokumen pencatatan dan pelaporan maupun spesimen pemeriksaan, serta prosedur-prosedur yang digunakan dan hasil pemeriksaan adalah sangat penting.
Dokumen harus mencakup seluruh aktifitas laboratorium , sistem pencatatan dan pelaporan serta sistem arsiparis.
Dokumen pencatatan prosedur pemeriksaan , uji mutu serta kalibrasi peralatan harus dievaluasi setiap tahun dan diperbaharui, walaupun tidak terdapat perubahan. Sistim Informasi kearsipan dan penyimpanan serta pemusnahan spesimen serta bahan lainnya perlu terus dikembangkan.
Lampiran
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium penyakit-penyakit berpotensi wabah di Indonesia
ALGORITHM-Malaria
ALGORITHM-Thypoid
ALGORITMA SPESIMEN DIARE AKUT
DIARE DARAH
ALGORITMA SPESIMEN TERSANGKA DIFTERI
ALGORITMA SPESIMEN PNEUMONIA
•
ALGORITMA SPESIMEN PERTUSS
ALGORITMA SPESIMEN AFP
ALGARITMA SPESIMEN ANTRAX
ALGORITMA SPESIMEN JAUNDIS AKUT
ALGORITMA SPESIMEN KOLERA
ALGORITMA SPESIMEN CHIKUNGUNYA
DEMAM YANG TIAK DIKETAHUI SEBABNYA
FEVER UNDETERMINE ETIOLOGY
ALGORITMA SPESIMEN TERSANGKA FLU BURUNG
ALGORITMA SPESIMEN TERSANGKA DBD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar