Rabu, 23 Maret 2011

BABI
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia yang berkisar dari infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis ("radang kerongkongan") dan infeksi kulit setempat ("impetigo"). Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perbiakan dan penyebaran samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit. Serangan dan perbiakan Streptococcus pyogenes di fasia dapat menimbulkan fasitis nekrosis, keadaan yang besar kemungkinan mengancam hidup yang memerlukan penanganan bedah.
Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan pelepasan toksin bakteri. Infeksi kerongkongan yang dihubungkan dengan pelepasan toksin tertentu bisa menimbulkan penyakit jengkering (scarlet fever). Infeksi toksigen Streptococcus pyogenes lainnya bisa menimbulkan sindrom syok toksik streptococcus, yang bisa mengancam hidup.
Streptococcus pyogenes juga bisa menyebabkan penyakit dalam bentuk sindrom "non-pyogenik" (tak dihubungkan dengan perbiakan bakteri dan pembentukan nanah setempat) pascainfeksi. Komplikasi yang diperantarai autoimun itu mengikuti sejumlah kecil persentase infensi dan termasuk penyakit rematik dan glomerulonefritis pasca-streptococcus akut. Kedua keadaan itu muncul beberapa minggu menyusul infeksi awal streptococcus. Penyakit rematik dicirikan dengan peradangan sendi dan/atau jantung menyusul sejumlah faringitis streptococcus. Glomerulonefritis akut, peradangan glomerulus ginjal, bisa mengikuti faringitis streptococcus atau infeksi kulit.
Bakteri ini benar-benar sensitif terhadap penisilin. Kegagalan penanganan dengan penisilin umumnya dikaitkan dengan organisme komensal lain yang memproduksi β-laktamase atau kegagalan mencapai tingkat jaringan yang cukup di tenggorokan. Strain tertentu sudah kebal akan makrolid, tetrasiklin dan klindamisin.
Dalam dunia mikrobiologi, kita mengenal bakteri dengan berbagai macam variasi genus dan spesies. Salah satu genus bakteri yang menjadi fokus perhatian adalah bakteri Staphylococcus. Pada sistem klasifikasi binomial (tata nama dengan dua susunan kata), genus ini diklasifikasikan sebagai berikut.
Bakteri Staphylococcus merupakan bakteri gram positif. Bakteri Staphylococcus memiliki bentuk sel bulat seperti bola. Umumnya, sel-sel bakteri Staphylococcus tampak di bawah mikroskop dengan berkelompok membentuk koloni mirip susunan buah anggur. Sebagian besar bakteri Staphylococcus berada di permukaan kulit dan hidung manusia. Bila permukaan dua organ tersebut ditumbuhkan di dalam sebuah kultur, mayoritas bakteri yang memenuhi adalah genus Staphylococcus. Pertumbuhan koloni inilah yang menjadikan seorang biolog bernama Rosenbach, 1884, mengelompokkan bakteri ini ke dalam dua nama yang berbeda sesuai penampakannya media pertumbuhan bakteri.
Dua kelompok tersebut adalah kelompok Staphylococcus aureus yang berwarna kuning dan kelompok Staphylococcus albus atau non-Staphylococcus aureus yang koloninya berwarna putih. Dalam Bergey’s Manual, sumber referensi penggolongan bakteri, dari 19 spesies Staphylococcus yang ditemukan, hanya dua spesies yang interaksinya sangat signifikan dengan manusia.
Spesies itu adalah Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Saat ini, Staphylococcus albus dikenal dengan nama Staphylococcus epiderdimis. Staphylococcus aureus dapat ditemukan di daerah sekitar hidung manusia, sedangkan Staphylococcus epiderdimis sebagian besar berada di permukaan kulit manusia.
Pada sistem klasifikasi sebelumnya, Staphylococcus berada dalam familia Micrococcaceae. Karena setelah diselidiki Staphylococcus tidak mempunyai hubungan genetis dengan Micrococcus, saat ini, Staphylococcus memiliki familia sendiri, yaitu Staphylococcaceae. Staphylococcus adalah bakteri anaerob fakultatif atau membutuhkan sangat sedikit oksigen untuk bisa bertahan hidup.
Oleh karena itu, sebagian besar kelompok Staphylococcus mampu melakukan fermentasi asam laktat. Bakteri Staphylococcus juga merupakan bakteri dengan metabolisme katalase positif, sedangkan negatif untuk metabolisme oksidase. Genus Staphylococcus mampu tumbuh dan berkembang pada kisaran temperatur antara 15 hingga 45 derajat celcius. Toleransi salinitas atau kadar garam yang dimiliki oleh bakteri ini adalah sekitar 15 persen.
Mengenal Dua Spesies Staphylococcus
Staphylococcus aureus bersifat haemolitik ketika ditanam dalam darah. Sementara Staphylococcus epidermidis, nonhaemolitik. Oleh sebab itu, strain Staphylococcus aureus umumnya lebih pathogen dibanding Staphylococcus epiderdimis. Hampir semua strain Staphylococcus aureus mampu menghasilkan enzim koagulase atau enzim penggumpal.
Bakteri yang mampu menghasilkan koagulase, seperti Staphylococcus aureus, dianggap berpotensi besar sebagai patogen yang mampu menginvasi sel lain. Pada osteomielitis, Staphylococcus memang menjadi penyebab utama penyakit tersebut. Staphylococcus aureus tumbuh pada pembuluh-pembuluh darah dalam tulang sehingga terjadi nekrosis pada tulang dan kerapuhan luar biasa serta mengeluarkan nanah yang tak bisa berhenti hanya dalam hitungan bulan.
Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan keracunan pada kulit, seperti jerawat, bisul, dan keluarnya nanah pada bagian kulit mana pun. Mengapa demikian? Perlu diketahui bahwa racun atau toksin Leukosidin yang dikeluarkan oleh Staphylococcus aureus dapat mematikan sel darah putih manusia. Sebaliknya, Staphylococcus edpiderdimis merupakan flora normal kulit. Hanya berbahaya jika kulit terkena infeksi sehingga pertumbuhan Staphylococcus epiderdimis tak terkendali.
Pencegahan Penyakit Akibat Staphylococcus Aureus
40% hingga 50% manusia membawa Staphylococcus dalam tubuhnya sehingga potensi untuk menjadi patogen dalam tubuh manusia sangat besar. Apalagi, jika Anda menyiapkan makanan dengan tangan. Anda juga harus berhati-hati. Enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus tidak bisa mati dalam suhu di bawah 70 derajat celcius. Jadi, pastikan makanan Anda matang sempurna.
Penyakit akibat toksin Staphylococcus aureus dapat dicegah dengan selalu menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, tidak menggunakan barang-barang yang berpotensi terkena infeksi kulit secara bersama-sama, seperti handuk, sikat gigi, dan pakaian.
1.2 Maksud dan tujuan
Makasud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui streptococcus dan staphylococcus dalam specimen sampel dan cirri cirri dari pertumbuhan di media dan pertumbuhan pada reaksi biokimia
Tujuannya dari praktikum ini dalah untuk mengidentifikasi bakteri staphylococcus dan streptococcus dalam specimen suap tenggorokan
1.1 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang definisi, Klasifikasi ilmiah, Morfologi, Fisiologi dan antigen pada staphylococcus sp dan streptococcus sp
2. Mengetahui jenis penyakit yang disebabkan oleh staphylococcus sp dan streptococcus sp
3. Mengetahui tentang cara penularan, cara pengobatan dan pencegahan staphylococcus dan streptococcus
4. Menjelaskan tentang epidemiolgi dan penyebaran staphylococcusn sp dan streptococcus sp
5. Menjelaskan bahaya yang ditimbulkan oleh staphylococcus sp dan streptococcus sp dan pengaruhnya terhadap tubuh manusia dan hewan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
 Untuk mengetahui Penyakit yang sering ditimbulkan oleh staphylococcus sp dan streptococcus sp
 Mengidentifikasi berapa besar dampak patogenitasnya pada manusia
 Mengidentifikasi perbedaan bakteri staphylococcus sp dan streptococcus sp dengan cara penanaman pada meidia dan uji biokimia
1.2.2 Tujuan khusus
Identifikasi staphylococcus sp dan streptococcus sp yang di lakukan untuk meng etahui tingkat patogenisnya sehi Ngga dapat menimbulkan berbagai ejala penyaki juga peranya dalam membantu membentuk berbagai jenis pitamin sebagai system pertahanan tubuh.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum staphylococcus sp dan streptococcus sp
2.1.1 Definisi staphylococcus sp dan streptococcus sp

2.1.2 Klasifikasi ilmiah staphylococcus sp dan streptococcus sp

Klasifikasi ilmiah
 Kerajaan: Eubacteria.
 Filum: Firmicutes.
 Kelas: Bacilli.
 Ordo: Bacillales.
 Familia: Staphylococcaceae.
 Genus: Staphylococcus.

Klasifikasi ilmiah streptococcus sp
 Kerajaan : Bacteria
 Filum : Firmicutes
 Kelas : Bacilli
 Ordo : Lactobacillales
 Famili : Streptococcus
 Genus : streptococcus
http://www. emedicine.com/emerg/topic 128.html,







2.1.3 Morfologi staphlococcu









archive.microbelibrary.org

Bentuk: bulat, ukuran 1 mikron, tidak membentuk spora, dan tidak mempunyai flagela. Letak sel satu sama lain yang karakteristik bergerombol seperti buah anggur. Sifat karakteristik ini dipakai sebagai pemberian nama Staphylococcus. Tetapi kadang-kadang ada yang letaknya tersebar atau terpencar. Pengelompokan ini akan terlihat baik pda pengamatan penanaman dalam media padat. Pasangan atau rantai pendek lebih sering terlihat dalam smear nanah dan kultur dalam kaldu. Sifat pewarnaan: pada kultur muda bersifat Gram (+), sedang pada kultur tua bersifat Gram (-). Koloni micrococci tumbuh cepat pada media agar pada suhu normal (370), dan biasanya bergaris tengah 1-2 mm setelah inkubasi 24 jam. Koloni tadi halus, basah, menonjol dengan tepi bulat dan berwarna, yaitu pada varietas albus berwarna putih, varietas citreus berwarna kuning jernih dan varietas aureus berwarna kuning emas.
morfologi Sreptococcus





baobab-4.blogspot.com


2.1.4. fisiologi stphylococcus
Micrococci tumbuh paling baik pada suhu 220 – 370. Umumnya dapat tumbuh dalam lingkungan aerob maupun anaerob. Produksi warna terlihat baik pada situasi aerob dan terlihat paling baik pada kultur yang tumbuh pada suhu rendah. Produksi toksin pada semua strain terlihat pada penanaman dalam media sederhana yang berisi asam-asam amino, garam glukosa dan faktor pertumbuhan yaitu thiamin dan asam nicotinat. Dalam garis besarnya strain aureus lebih aktif metabolismenya dari pada strain albus. Dalam media kaldu yang berisi dekstrosa, sukrosa, maltosa, dan manitol akan terjadi pemecahan karbohidrat menjadi asam tanpa gas.
Fisiologi streptococcus
Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang[1] dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A. Streptococcus pyogenes menampakkan antigen grup A di dinding selnya dan beta-hemolisis saat dikultur di plat agar darah. Streptococcus pyogenes khas memproduksi zona beta-hemolisis yang besar, gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin, sehingga kemudian disebut Streptococcus Grup A (beta-hemolisis). Streptococcus bersifat katalase-negatif.

2.1.5 Struktur Antigen staphylococcus sp
3 Kuman Stafilokokus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigenik. Bahan-bahan ekstraseluler yang dibuat oleh kuman ini kebanyakan juga bersifat antigenik (Arif et al, 2000).
4 Polisakarida yang ditemukan pada jenis virulen disebut polisakarida A, dan yang ditemukan pada jenis yang tidak patogen disebut polisakarida B. Polisakarida A merupakan komponen dinding sel yang dapat dipindahkan dengan memakai asam kompleks peptidoglikan asam teikhoat dan dapat menghambat fagositose. Bakteriofage terutama menyerang bagian ini (Arif et al, 2000).
5 Antigen protein A terletak di luar antigen polisakarida, kedua-duanya
6 bersama-sama membentuk dinding sel kuman (Arif et al, 2000).

1. Struktur antigen streptococcus
Streptococcus pyogenes mempunyai beberapa faktor virulensi yang memungkinkannya berikatan dengan jaringan inang, mengelakkan respon imun, dan menyebar dengan melakukan penetrasi ke lapisan jaringan inang.[5] Kapsul karbohidrat yang tersusun atas asam hialuronat mengelilingi bakteri, melindunginya dari fagositosis oleh neutrofil. Di samping itu, kapsul dan beberapa faktor yang melekat di dinding sel, termasuk protein M, asam lipoteikoat, dan protein F (SfbI) memfasilitasi perkatan ke sejumlah sel inang.[6] Protein M juga menghambat opsonisasi oleh jalur kompemen alternatif dengan berikatan pada regulator komplemen inang. Protein M yang ditemukan di beberapa serotipe juga bisa mencegah opsonisasi dengan berikatan pada fibrinogen. Namun, protein M juga titik terlemah dalam pertahanan patogen ini karena antibodi yang diproduksi oleh sistem imun terhadap protein M sasarannya adalah bakteri untuk ditelan fagosit. Protein M juga unik bagi tiap strain, dan identifikasi bisa digunakan secara klinik untuk menegaskan strain yang menyebabkan infeksi.
Streptococcus pyogenes melepaskan sejumlah protein, termasuk beberapa faktor virulensi, kepada inangnya:
a. Streptolisin O dan S
adalah toksin yang merupakan dasar sifat beta-hemolisis organisme ini. Streptolisin O ialah racun sel yang berpotensi mempengaruhi banyak tipe sel termasuk neutrofil, platelet, dan organella subsel. Menyebabkan respon imun dan penemuan antibodinya; antistreptolisin O (ASO) bisa digunakan secara klinis untuk menegaskan infeksi yang baru saja. Streptolisin O bersifat meracuni jantung (kardiotoksik).
b. Eksotoksin Streptococcus pyogenes A dan C
Keduanya adalah superantigen yang disekresi oleh sejumlah strain Streptococcus pyogenes. Eksotoksin pyogenes itu bertanggung jawab untuk ruam penyakit jengkering dan sejumlah gejala sindrom syok toksik streptococcus.

c. Streptokinase
Secara enzimatis mengaktifkan plasminogen, enzim proteolitik, menjadi plasmin yang akhirnya mencerna fibrin dan protein lain.
d. Hialuronidase Banyak dianggap memfasilitasi penyebaran bakteri melalui jaringan dengan memecah asam hialuronat, komponen penting jaringan konektif. Namun, sedikit isolasi Streptococcus pyogenes yang bisa mensekresi hialuronidase aktif akibat mutasi pada gen yang mengkodekan enzim. Apalagi, isolasi yang sedikit yang bisa mensekresi hialuronidase tak nampak memerlukannya untuk menyebar melalui jaringan atau menyebabkan lesi kulit.[7] Sehingga, jika ada, peran hialuronidase yang sesungguhnya dalam patogenesis tetap tak diketahui.
e. Streptodornase Kebanyakan strain Streptococcus pyogenes mensekresikan lebih dari 4 DNase yang berbeda, yang kadang-kadang disebut streptodornase. DNase melindungi bakteri dari terjaring di perangkap ekstraseluler neutrofil (NET) dengan mencerna jala NET di DNA, yang diikat pula serin protease neutrofil yang bisa membunuh bakteri.[8]
f. C5a peptidase C5a peptidase membelah kemotaksin neutrofil kuat yang disebut C5a, yang diproduksi oleh sistem komplemen.[9] C5a peptidase diperlukan untuk meminimalisasi aliran neutrofil di awal infeksi karena bakteri berusaha mengkolonisasi jaringan inang.[10]
g. Kemokin protease streptococcus Jaringan pasien yang terkena dengan kasus fasitis nekrosis parah sama sekali tidak ada neutrofil.[11] Serin protease ScpC, yang dilepas oleh Streptococcus pyogenes, bertanggung jawab mencegah migrasi neutrofil ke infeksi yang meluas.[12] ScpC mendegradasi kemokina IL-8, yang sebaliknya menarik neutrofil ke tempat infeksi. C5a peptidase, meskipun diperlukan untuk mendegradasi kemotaksin neutrofil C5a di tahap awal infeksi, tak diperlukan untuk Streptococcus pyogenes mencegah aliran neutrofil karena bakteri menyebar melalui fasia.
2.1.6 penyakit yang disebabkan oleh streptococcus sp dan staphylococcus sp
a. Infeksi-infeksi Staph dari kulit dapat berlanjut ke impetigo (pengerasan dari kulit) atau cellulitis (peradanagn dari jaringan penghubung dibawah kulit, menjurus pada pembengkakan dan kemerahan dari area itu). Pada kasus-kasus yang jarang, komplikasi yang serius yang dikenal sebagai scalded skin syndrome (lihat dibawah) dapat berkembang. Pada wanita-wanita yang menyusui, Staph dapat berakibat pada mastitis (peradangan payudara) atau bisul bernanah dari payudara. Bisul-bisul bernanah Staphylococcal dapat melepaskan bakteri-bakteri kedalam susu ibu.
b. Ketika bakteri-bakteri memasuki aliran darah dan menyebar ke ogan-organ lain, sejumlah infeksi-infeksi serius dapat terjadi. Staphylococcal pneumonia sebagian besar mempengaruhi orang-orang dengan penyakit paru yang mendasarinya dan dapat menjurus pada pembentukan bisul bernanah didalam paru-paru. Infeksi dari klep-klep jantung (endocarditis) dapat menjurus pada gagal jantung. Penyebaran dari Staphylococci ke tulang-tulang dapat berakibat pada peradangan yang berat/parah dari tulang-tulang dikenal sebagai osteomyelitis. Staphylococcal sepsis (infeksi yang menyebar luas dari aliran darah) adalah penyebab utama dari shock (goncangan) dan keruntuhan peredaran, menjurus pada kematian, pada orang-orang dengan luka-luka bakar yang parah pada area-area yang besar dari tubuh.
c. Keracunan makanan Staphylococcal adalah penyakit dari usus-usus yang menyebabkan mual, muntah, diare, dan dehidrasi. Ia disebabkan oleh memakan makanan-makanan yang dicemari dengan racun-racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala-gejala biasanya berkembang dalam waktu satu sampai enam jam setelah memakan makanan yang tercemar. Penyakit biasanya berlangsung untuk satu sampai tiga hari dan menghilang dengan sendirinya. Pasien-pasien dengan penyakit ini adalah tidak menular, karena racun-racun tidak ditularkan dari satu orang kelainnya.
d. Toxic shock syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh racun-racun yang dikeluarkan bakteri-bakteri Staph aureus yang tumbuh dibawah kondisi-kondisi dimana ada sedikit atau tidak ada oksigen. Toxic shock syndrome dikarakteristikan oleh penimbulan tiba-tiba dari demam yang tinggi, muntah, diare, dan nyeri-nyeri otot, diikuti okeh tekanan darah rendah (hipotensi), yang dapat menjurus pada guncangan (shock) dan kematian. Mungkin ada ruam kulit yang menirukan terbakar sinar matahari, dengan terkupasnya kulit. Toxic shock syndrome pertamakali digambarkan dan masih terjadi terutama pada wanita-wanita yang bermenstruasi yang menggunakan tampons.



2.1.7 Sumber Penularan
Ponsel
Karena sering dipegang dan disimpan di tempat yang hangat seperti tas atau saku celana, ponsel menjadi tempat pertumbuhan yang baik bagi Staphylococcus aureus. Bakteri yang secara normal terdapat di kulit manusia ini bisa menyebabkan bisul dan jerawat, atau bahkan pneumonia dan meningitis jika pertumbuhannya berlebihan.

Joanna Verran, profesor mikrobiologi dari Manchester Metropolitan University menyarankan untuk rajin membersihkan ponsel dengan antiseptik. Selain itu, biasakan untuk menyimpannya di tempat yang kering dan sejuk.
Make-up Tester
Penelitian di Jefferson Medical College menunjukkan, 100 persen sampel kosmetik di Pennsylvania ditumbuhi E. coli yang bisa menyebabkan kram perut serta diare. Beberapa di antaranya juga mengandung bakteri staphylococcus and streptococcus, bahkan HPV penyebab herpes.
Mesin ATM
Karena diakses oleh banyak orang, kebersihan mesin ATM sebenarnya tidak lebih baik daripada toilet. Di tempat tersebut, bakteri clostridium difficile yang menyebabkan infeksi di usus bisa bertahan selama berbulan-bulan. Demikian juga dengan candida albican, mikroorganisme penyebab sariawan.
Sebuah penelitian di Skotlandia mengungkap, bakteri staphylococcus yang memicu berbagai infeksi kulit juga banyak ditemukan di mesin ATM. Jenis bakteri lain yang juga ditemukan adalah bacillus, penyebab keracunan ketika mencemari makanan.

Agar tidak tertular, tidak ada cara lain kecuali membersihkan tangan setelah bersentuhan dengan mesin ATM. Jangan memegang muka, mata, hidung dan mulut sebelum mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
(up/ir)


Untuk mencegah penularan, para wanita disarankan untuk memastikan kebersihan sampel pada manajer pusat kecantikan yang menawarkannya. Pastikan setiap calon pelanggan dibersihkan dengan tisu yang mengandung alkohol.

2.1.8 Patogenesis
A. Staphylococcus
Staphylococcus merupakan penyebab terjadinya infeksi yang bersifat poogenik. Untuk pembuatan kultur dapat diambil bahan dari pernanahan kecil, bisul kecil, bisul besar, dan abces diberbagai bagian tubuh. Bakteri ini dapat masuk ke dalam kulit melalui folikel-folikel rambut, muara kelenjar keringat dan luka-luka kecil. Kemampuan yang menyebabkan penyakit dari staphylococcus adalah gabungan dari efek yang ditimbulkan oleh produk-produk ekstraseluler, daya infasi kuman dan kemampuan untuk berkembang biak.

a. Staphylococcus patogen mempunyai sifat sebagai berikut:
1.Dapat menghemolisa eritrosit
2.Menghasilkan koagulasi’dapat membentuk pigmen (kuning keemasan)
3.Dapat memecah manitol menjadi asam
b. Diantara staphylococcus yang mempunyai kemampuan besar untuk menimbulkan penyakit ialah Staphylococcus aureus.
1.Staphylococcus nonpatogen bersifat:
2.Non hemolitik
3.Tidak menghasilkan koagulasi
4.Koloni berwarna putih
5.Tidak memecah manitol

Infeksi yang ditimbulkan oleh Staphylococcus dapat meluas ke jaringan sekitarnya, perluasannya dapat melalui darah atau limfe, sehingga pernanahan disitu bersifat menahun, misalnya sampai pada sumsum sehingga terjadi radang sumsum tulang (osteomyelitis).
Perluasan ini dapat sampai ke paru-paru, selaput otak dan sebagainya.
B. Streptococcus
Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia yang berkisar dari infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis ("radang kerongkongan") dan infeksi kulit setempat ("impetigo"). Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perbiakan dan penyebaran samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit. Serangan dan perbiakan Streptococcus pyogenes di fasia dapat menimbulkan fasitis nekrosis, keadaan yang besar kemungkinan mengancam hidup yang memerlukan penanganan bedah.
Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan pelepasan toksin bakteri. Infeksi kerongkongan yang dihubungkan dengan pelepasan toksin tertentu bisa menimbulkan penyakit jengkering (scarlet fever). Infeksi toksigen Streptococcus pyogenes lainnya bisa menimbulkan sindrom syok toksik streptococcus, yang bisa mengancam hidup.
Streptococcus pyogenes juga bisa menyebabkan penyakit dalam bentuk sindrom "non-pyogenik" (tak dihubungkan dengan perbiakan bakteri dan pembentukan nanah setempat) pascainfeksi. Komplikasi yang diperantarai autoimun itu mengikuti sejumlah kecil persentase infensi dan termasuk penyakit rematik dan glomerulonefritis pasca-streptococcus akut. Kedua keadaan itu muncul beberapa minggu menyusul infeksi awal streptococcus. Penyakit rematik dicirikan dengan peradangan sendi dan/atau jantung menyusul sejumlah faringitis streptococcus. Glomerulonefritis akut, peradangan glomerulus ginjal, bisa mengikuti faringitis streptococcus atau infeksi kulit.
Bakteri ini benar-benar sensitif terhadap penisilin. Kegagalan penanganan dengan penisilin umumnya dikaitkan dengan organisme komensal lain yang memproduksi β-laktamase atau kegagalan mencapai tingkat jaringan yang cukup di tenggorokan. Strain tertentu sudah kebal akan makrolid, tetrasiklin dan klindamisin.




2.1.9 Epidemiologi

epidemiologi dari Staphylococcus aureus yang meliputi sumber penularan, alur penularan dan faktor resiko menghasilkan sistem pengendalian mastitis yang baik dengan agen penyakit Staphylococcus aureus di beberapa peternakan. Hal panting dari pengendalian Staphylococcus aureus adalah menyadari bahwa bakteri ini ditularkan dari sapi ke sapi selama proses pemerahan. Langkah higienis selama waktu pemerahan menurunkan perpindahan bakteri dari sapi ke sapi yang berdampak penurunan intramammary infection (IMi) yang baru. Tetapi hanya dengan sistem higienis pemerahan saja tidak cukup balk untuk pengendalian penyakit ini. Dengan tambahan pengobatan pada waktu kering dan khususnya pengafkiran bagi yang terinfeksi kronis diperlukan untuk menurunkan IMI oleh Staphylococcus aureus.

Pengetahuan yang detail tentang bakteri Staphylococcus aureus akan memberikan gambaran bahwa pemberantasan pada saat ini masih belum memungkinkan, khususnya adanya Staphylococcus aureus yang memproduksi beberapa faktor virulensi. Jadi investigasi dalam tingkat biologi molekuler harus dilakukan untuk pemecahan masalah mastitis.

2.1.10 Diagnosa Laboratorium

Bahan Pemeriksaan :
Bahan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dengan carasw abbing, atau langsung
dari darah, pus, sputum, atau liquor serebrospinalis (Arif et al, 2000).
B. Pemeriksaan Langsung :
Biasanya kuman dapat terlihat jelas, terutama jika bahan pemeriksaan berasal dari pus sputum. Dari sediaan langsung kita tidak dapat membedakan apakah yang kita lihat tersebut Staphylococcus aureus atau Staphylococcus apidermidis. Pada sediaan langsung dari nanah, kuman terlihat tersusun tersendiri, berpasangan, bergerombol dan bahkan dapat tersusun seperti rantai pendek (Arif et al, 2000).

C. Perbenihan :
Bahan yang ditanam pada lempeng agar darah akan menghasilkan koloni yang khas setelah pengeraman selama 18 jam pada suhu 37°C, tetapi hemolisis dan pembentukan pigmen baru terlihat setelah beberapa hari dibiarkan pada suhu kamar. Jika bahan pemeriksaan mengandung bermacam– macam kuman, dapat dipakai suatu perbernihan yang mengandung NaCl 10%. Pada umumnya Stafilokokus yang berasal dari manusia tidak patogen terhadap hewan. Pada suatu
perbenihan yang mengandung telurit, Stafilokokus koagulasi positif membentuk
koloni yang berwarna hitam karena dapat mereduksi telurit (Arif et al, 2000).
D. Tes Koagulasi :
Ada 2 cara tes koagulasi yaitu cara slide test dan cara tube test. Pada slide test yang dicari ialah bound coagulase atau clumping factor. Cara ini tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin, karena banyak factor yang dapat mempengaruhinya, antara lain diperlukan plasma manusia yang masih segar. Pemakaiannya terutama untuk pemeriksaan Stafilokokus dalam jumlah yang besar, misalnya untuk
screening test. Pada tube test yang dicari ialah adanya koagulasi bebas dan cukup
dipergunakan plasma kelinci. Hasilnya positif kuat jika tabung tes dibalik, gumpalan plasma tidak terlepas dan tetap melekat pada dinding tabung (Arif et al, 2000).
E. Penentuan Tipe Bakteriofaga (lisotopi) :
Cara ini penting untuk menetukan tipe Stafilokokus yang diasingkan dari lingkungan rumah sakit. Perlu diketahui bahwa 70-80% flora Stafilokokus di rumah sakit tahan terhadap penisilin. Selain itu, dengan lisotopi dapat pula ditentukan apakah suatu jenis berasal dari hewan atau dari manusia (Arif et al, 2000).
F. Tes Kepekaan :
Tes pengenceran mikro kaldu atau tes kepekaan lempeng difusi sebaiknya dilakukan secara rutin pada isolat stafilokokus dari infeksi yang bermakna secara klinik. Resistensi terhadap penisilin G dapat diperkirakan melalui tes positif untuk β-laktamase; kurang lebih 90% S aureus menghasilkan β-laktamase. Resistensi terhadap nafsilin (dan oksasilin san metisilin) terjadi pada 10-20% S aureus dan kurang lebih 75% isolat S epidermidis. Resisitensi nafsilin berkolerasi dengan adanyamecA, suatu gen yang menyandi protein terikat penisilin yang tidak dipengaruhi obat ini. Gen dapat dideteksi dengan menggunakan reaksi rantai polimerase, tetapi hal ini tidak berguna karena stafilokokus yang tumbuh pada agar Mueller-Hinton mengandung 4% NaCl dan 6µg/mL oksasilin yang secara khas merupakanme cA positif dan resisten oksasilin (Jawetz et al,1996).



2.1.11 Pengobatan

Sebagan besar orang memiliki stafilokokus pada kulit dan dan hidung atau tenggorokan. Biarpun kulit dapat dibersihkan dari stafilokokus (misalnya pada eksema), dengan cepat akan terjadi reinfeksi melalui droplet. Organisme patogen sering menyebar dari satu lesi (seperti furunkel) dan menyebar ke daerah kulit lainnya melalui jari dan pakaian. Oleh karenanya, antisepsis lokal yang cermat sangat penting untuk mengendalikan furunkulosis yang berulang. (Jawetz, 1995)
Infeksi ganda yang berat pada kulit (jerawat, furunkulosis) paling sering terjadi pada para remaja. Infeksi kulit yang serupa terjadi pada penderita yang memperoleh kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama, menunjukkan peranan hormon dalam patogenesis infeksi kulit oleh stafilokokus. Pada jerawat, enzim lipase dari stafilokokus dan korinobakteria melepaskan asam-asam lemak dan menyebabkan iritasi jaringan. Tetrasiklin dipergunakan untuk pengobatan jangka panjang. (Jawetz, 1995
Abses dan lesi bernanah diobati dengan drainase, yaitu tindakan yang sangat penting, dan antimikroba. Banyak obat antimikroba memiliki efek terhadap stafilokokus in vitro. Namun, sangat sukar membasmi stafilokokus patogen pada





a. Treprococcus sp
Terapi pilihan adalah penisilin, namun, bila tidak siap tersedia penisilin, sayatan kecil pada daerah yang terinfeksi akan menghilangkan dan bengkak dan rasa tak nyaman hingga bantuan medis yang cocok dapat dicari. Tidak ada kejadian resistensi penisilin yang dilaporkan hingga hari ini, meski sejak tahun 1985 sudah banyak laporan toleransi penisilin.[13] Makrolid, kloramfenikol, dan tetrasiklin bisa digunakan jika strain yang diisolasi nampak sensitif, namun lebih umum terjadi resistensi.

2.2.12 Pencegahan
a. pendidikan kesehatan agar pekerja di peternakan berhati-hati untuk menghindari terjadinya luka atau lecet dan menghindari kontaminasi luka/ lecet tersebut dengan bakteri.
b.Meningkatkan hygiene pribadi
c. Penggunaan masker dan alat-alat pengaman yang lain bagi pekerja yang bekerja di peternakan.
d. Vaksinasi
e. Meningkatkan daya tahan tubuh.









2.2 Tinjauan Khusus staphylococcus
2.2.1 Kerangka operasional
staphylococcus
spesimen suap tenggorokan




Pewarnaan Gram BHI-B
Inkubasi 370 C 24 jam


GC Agar base MSA NA
kecil,sedang,keeping puti,kuning,keeping,smooth,
putih,smooth,0,8-1,0 mikron,berkelompol cukup subur,0,08- 1,0,berkelompok

Inkubasi 370 C selama 24 jam

inkubasi 370 C selama 24 jam

Uji IMVIC
Uji Biokimia (gula-gula)









SKEMA PEMERIKSAAN
BAKTERI Streptococcus



spesimen suap tenggorokan
media transport
( Carry blair)
Pewarnaan Gram BHI-B
Inkubasi 370 C 24 jam




Inkubasi 370 C selama 24 jam



















2.2.1 Identifikasi staphylococcus sp dan streptococcus sp
A. Media Pemupuk
Spesimen ditanam pada media Escherichia coli broth, dimana media tersebut meningkatkan Escherichia coli. Setelah Diinkubasi 18 – 24 jam, ditanam pada media differensial dan selektif
B. Media Differential dan Selektif
Untuk isolasi koloni staphylococcus dari bahan pemeriksaan tinja dari penderita enteritis
(Soemarno,2000)
GC Agar base :
Blood Agar Plat : Koloni sedang, abu – abu, smooth, keeping, haemolytis atau anhaemolytis
BAP : Koloni sedang, besar, smooth, keeping atau sedikit cembung an haemolytis dan antihaemolytis ukuran antara 0,8 – 1,0
MSA : Koloni sedang kuning, smooth, ukuran 0,8 – 1,0 mikron berkelompok
NA : putih kuning keeping, smooth cukup subur ukuran antara 0,08 – 1,0
Tioglikolat : untuk staphylococcus an aerob
TSB : merpakan media penyubur sebagai cadangan pemeriksaan

Identifikasi streptococcus
MSA :
BAP : kecil,besar, putih kekuningan
NA : kecil besar putih
Agar dararah : hasil pertumbuhan pada agar darah adalah koloni bulat halus dengan diameter lebih kurang 1 mm, pinggiran rata dan dikelilingi koloni tanpak gelanggang zone
Bening hemolitis total ( beta streptococcus )
Jernih kehijauan hemodigesti (alpa streptococcus )
Tidak berubah sama sekali ( gamma streptococcus )

Tioglikolat : bahan pemeriksaan ditanam pada perbenihan tersebut lalu di eramkan 370c selama satu malam. Unutk streptococcus (peptostreptococcus ) perbenihan agar dara dimasukan ke dalam anaerobic – jar dengan gas generating Kit atau ditanam tioglikolat














2.2.2 Uji biokimia staphylococcus sp dan streptococcus sp
Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Media ini terdiri dari 0,1% glukosa, 1 % sukrosa, 1 % laktosa. Ferri sulfat untuk mendeteksi produksi H2S, protein dan indicator phenol red. Staphylococcus sp dan streptococcus st bersifat alkali acid, alkali terbentuk karena adanya proses oksidasi dekarboksilasi protein membentuk amina yang bersifat alkali dengan adanya phenol red maka terbentuk warna merah, memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa yang bersifat asam sehingga terbentuk warna kuning pada dasar dan lereng dan menghasilkan gas.
Sulfur Indol Motility (SIM)
Media SIM adalah perbenihan semi solid yang dapat digunakan untuk mengetahui pembentukan H2S, indol dan motility dari bakteri. Staphylococcus sp .
Urea
Bakteri tertentu menghidrolisis urea dan membentuk ammonia dengan terbentuknya warna merah karena adanya indicator phenol red, Metil Red
Media ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dari beberapa bakteri yang memproduksi asam sebagai hasil fermentasi dari glukosa dalam media ini, yang dapat ditunjukkan dengan penambahan indicator metal red. memproduksi asam kuat sehingga pada penambahan larutan metal red akan terbentuk warna merah.
Voges proskauer
Bakteri tertentu dapat memproduksi acetyl methyl carbinol dari fermentasi glukosa yang data diketahui dengan penambahan larutan voges proskau.carbinol sehingga penanaman pada media ini memberikan hasil negatif.
Fermentasi karbohidrat
Media ini berfungsi untuk melihat kemampuan bakteri memfermentasikan jenis karbohidrat, jika terjadi fermentasi maka terlihat warna kuning karena perubahan pH menjadi asam.









BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat dan bahan

- Objek Glass - Lampu Spritus
- Deck Glass - Mikroskop
- Ose - Tabung Reaksi
- Nal - Pipet Tetes
- Petridish - Nal
- Autoclave

3.2 Bahan
Suap tenggrokan
HCG Agar base
MSA ( manitol salt agar )
NA (Nutrien agar )
BAP (Blot agar plate )
Media gula-gula
3.3 Cara pengambilan sampel
Pengambilan sampel dengan menggunakan suap kapas steril
3.4 Cara kerja pembiakan
Hari pertama I
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan swab kapas steril.
Lalu ditanam pada media perbenihan yaitu BHIB di inkubasi 370c selama
satu malam
Selanjutnya di lakukan pewarnaan gram dengan pembesaran objektif 100x
Sampel ditanam pada media selektif yaitu MSA, BAP, NA,HCG Agar base


Hari II
Kloni yang tumbuh pada media MSA, BAP, NA.HCG Agar base dibauat preparat kemudian dilakukan
Kemudain dilakukan pewarnan gram pewarnan gram Mengamati preparat dengan menggunakan pembesaran lensa objektif 100X.
Apabiala didapatkan cocus gram negative (+) unutk staphylococcus dan basil gram negative (-) untuk streptococcus maka dilanjutkan penanaman untuk biokimia , yaitu pada media gula – gula ditambah media TSIA, SC, SIM, MR, VP, Lya dan dilakukan uji sensitivitas.
Media yang telah ditanam diinkubasi selama 370 C selama 24 jam.


Hari III
Media – media yang telah ditanami, diamati pertumbuhannya dan hasilnya dicatat.
Hasil pengamatan media dan tes uji biokimia tersebut dibandingkan dengan sifat – sifat cultural dan table hasil uji biokimia untuk ditentukan diagnosanya.












BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamtan pada praktikum yang dilakukan, tidak ditemukan adanya bakteri yang berbentuk coccus gram positif (+) basil gram positif ( - ) untuk streptococcus. Tapi ditemukan bakteri yang berbentuk basil atau batang gram positif dan coccus bentuknya bulat bergerombol tersebut dicurigai bakteri staphylococcus aureu. Karena pada media selektif dan uji biokimia menunjukkan ciri- cirri yang sama.

4.2 Saran
Saran saya adalah didalam prakrtikum harus tertib dan apabila praktek mahasiswa diharuskan memakai handscun dan masker, apalagi kalau sedang mengidentifikasi sampel yang dicurigai banyak mengandung bakteri. Selain alat-alat yang digunakan dan tempat dilakukannya identifikasi bakteri, harus dalam keadaan steril dan bersih.















DAFTAR PUSTAKA

• ^ Ryan KJ; Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology (edisi ke-4th ed.). McGraw Hill. ISBN 0-8385-8529-9.
• ^ Lancefield RC (1928). "The antigenic complex of Streptococcus hemolyticus". J Exp Med 47: 9–10. http://www.jem.org/cgi/content/abstract/47/1/91.
• ^ Lancefield RC, Dole VP (1946). "The properties of T antigen extracted from group A hemolytic streptococci".J Exp Med 84: 449–71. http://www.jem.org/cgi/content/abstract/84/5/449.
Bagian Farmakologi FKUI. (2001). FARMAKOLOGI dan TERAPI (4 ed.). Jakarta:
Gaya Baru.
Jawetz, M. A. (1995). Mikrobiologi Kedokteran (20 ed.). (I. Setiawan, Ed., & R. M.
Edi Nugroho, Trans.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid 2. Jakarta :
Media Aesculapiusn FK UI

Selasa, 15 Maret 2011

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bakteriologi merupakan ilmu yang mempelajari kehidupan dan klasifikasi bakteri. Bakteriologi dapat dikatakan juga sebagai biologi bakteri. Di dalamnya dipelajari struktur anatomi sel bakteri, klasifikasi, cara kerja sel bakteri, interaksi antarsel bakteri, dan juga tanggapan bakteri terhadap perubahan pada lingkungan hidupnya. Bakteriologi merupakan satu bagian penting dalam mikrobiologi.
Bakteri memiliki nilai ekonomi penting dalam kehidupan manusia dan demikian pula bakteriologi. Pengetahuan dalam cabang ilmu ini bermanfaat dalam pengobatan, higiene, ilmu pangan dan gizi, pertanian, dan industri (terutama industri fermentasi).
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok terbanyak dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut dalam artikel mengenai prokariota, karena bakteri merupakan prokariota, untuk membedakan mereka dengan organisme yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah "bakteri" telah diterapkan untuk semua prokariota atau untuk kelompok besar mereka, tergantung pada gagasan mengenai hubungan mereka.
Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami mencoba merumuskan masalah apa yang menjadi pokok pembahasannya dan masalah apa yang mungkin berhubungan dengan pokok permasalahan. Masalah-masalah yang mungkin berkaitan tersebut adalah:
Bagaimana klasifikas ilmiah, karakteristik umum serta patogenesis dan patofisiologi dari bakteri Clostridium Tetani?
Bagaimana cara penularan dan apa gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani?
Bagaimana diagnosis dan prognosis serta obat yang tepat untuk mengobati penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Clostridium Tetani?
Bagaimana pencegahan dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani?
C. Tujuan Penulisan
Merujuk pada masalah yang akan dibahas, tujuan dari pembuatan makalah ini diantaranya:
a) Tujuan Umum
Mengetahui apa itu bakteri clostridium tetani dan mengidentifikasi dampaknya bagi kehidupan manusia.
b) Tujuan Khusus
 Mengetahui klasifikas ilmiah, karakteristik umum serta patogenesis dan patofisiologi dari bakteri Clostridium Tetani.
 Mengidentifikasi cara penularan dan apa gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani.
 Mempelajari diagnosis dan prognosis serta obat yang tepat untuk mengobati penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Clostridium Tetani.
 Mengetahui pencegahan dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KarakteristikUmum

Clostridium tetani adalah bakteri berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Bakteri ini membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang. Clostridium tetani termasuk bakteri gram positif anaerobic berspora, mengeluarkan eksotoksin. Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Tetanospaminlah yang dapat menyebabkan penyakit tetanus. Perkiraan dosis mematikan minimal dari kadar toksin (tenospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk 70 kilogram (154lb) manusia.
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol positif. Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap panas dan juga biasanya terhadap antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya.

B. Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Bacteria
Division : Firmicutes
Class : Clostridia
Order : Clostridiales
Family : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species : Clostridium tetani


Gambar: Clostridium tetani diperbesar
Sumber: upload.wikimedia.org
Tetanus yang sungguh sudah dikenal oleh orang-orang yang dimasa lalu, yang dikenal karena hubungan antara luka-luka dan kekejangan-kekejangan otot fatal. Pada tahun 1884, Arthur Nicolaier mengisolasi toksin tetanus yang seperti strychnine dari tetanus yang hidup bebas, bakteri lahan anaerob. Etiologi dari penyakit itu lebih lanjut diterangkan pada tahun 1884 oleh Antonio Carle dan Giorgio Rattone, yang mempertunjukkan sifat mengantar tetanus untuk pertama kali. Mereka mengembangbiakan tetanus di dalam tubuh kelinci-kelinci dengan menyuntik syaraf mereka di pangkal paha dengan nanah dari suatu kasus tetanus manusia yang fatal di tahun yang sama tersebut. Pada tahun 1889, C.tetani terisolasi dari suatu korban manusia, oleh Kitasato Shibasaburo, yang kemudiannya menunjukkan bahwa organisme bisa menghasilkan penyakit ketika disuntik ke dalam tubuh binatang-binatang, dan bahwa toksin bisa dinetralkan oleh zat darah penyerang kuman yang spesifik. Pada tahun 1897, Edmond Nocard menunjukkan bahwa penolak toksin tetanus membangkitkan kekebalan pasif di dalam tubuh manusia, dan bisa digunakan untuk perlindungan dari penyakit dan perawatan. Vaksin lirtoksin tetanus dikembangkan oleh P.Descombey pada tahun 1924, dan secara luas digunakan untuk mencegah tetanus yang disebabkan oleh luka-luka pertempuran selama Perang Dunia II.
C. Patogenesis dan Patofisiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
D. Cara Penularan

Tetanus terutama ditemukan di daerah tropis dan merupakan penyakit infeksi yang penting baik dalam prevalensinya maupun angka kematiannya yang masih tinggi . Tetanus merupakan infeksi berbahaya yang biasa mendatangkan kematian. Bakteri ini ditemukan di tanah dan feses manusia dan binatang. Infeksi ini muncul (masa inkubasi) 3 sampai 14 hari. Di dalam luka yang dalam dan sempit sehingga terjadi suasana anaerob. Clostridium tetani berkembang biak memproduksi tetanospasmin suatu neurotoksin yang kuat. Toksin ini akan mencapai system syaraf pusat melalui syaraf motorik menuju ke bagian anterior spinal cord.

Jenis-jenis luka yang sering menjadi tempat masuknya kuman Clostridium tetani sehingga harus mendapatkan perawatan khusus adalah:
a. Luka-luka tembus pada kulit atau yang menimbulkan kerusakan luas
b. Luka baker tingkat 2 dan 3
c. Fistula kulit atau pada sinus-sinusnya
d. Luka-luka di bawah kuku
e. Ulkus kulit yang iskemik
f. Luka bekas suntikan narkoba
g. Bekas irisan umbilicus pada bayi
h. Endometritis sesudah abortus septic
i. Abses gigi
j. Mastoiditis kronis
k. Ruptur apendiks
l. Abses dan luka yang mengandung bakteri dari tinja
E. Gejala
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang. Penyakit ini khas dengan adanya tonik pada ototv seran lintang, biasanya dimulai dari daerah sekitar perlukaan, kemudian otot-otot pengunyahan, sehingga akan mengalami kesukaran dalam mengunyah mulut.
Secara bertahap kejang tersebut akan melibatkan semua otot seran lintang sehingga akan terjadi kejang tonik. Adanya ransang dari luar dapat memacu timbulnya kekejangan. Kesadaran penderita tetap baik dan penyakit terus berlanjut. Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan fungsi pernafasan, yang umumnya 50%.
Secara klinis tetanus dibedakan menjadi :
 Tetanus local
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%.

 Tetanus umum
Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang me-netap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalarn kesadaran penuh .

 Tetanus sefalik
Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala, wajah atau otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum.Tetanus tipe ini mempunyai prognosis buruk.
F. Diagnosis
Diagnosis tetanus ditegakan berdasarkan gejala-gejala klinik yang khas. Secara bakteriologi biasanya tidak diharuskan oleh karena sukar sekali mengisolasi Clostridium tetani dari luka penderita , yang kerap kali sangat kecil dan sulit dikenal kembali oleh penderita sekalipun.
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
1. Gejala klinik : Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur : C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
G. Prognosis
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.
H. Obat
 Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C. tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.
 Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.
 Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai
 Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.
Contohnya :
- Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)
- Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM)
- Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM)
- Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM)
I. Pencegahan
Pencegahan merupakan tindakan paling penting, yang dapat dilakukan dengan cara :
1. Imunisasi aktif dengan toksoid
2. Perawatan luka menurut cara yang tepat
3. Penggunaan antitoksi profilaksis
Namun sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan denganpemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif (DPT atau DT).

BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah dibahas tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1) Kingdom : Bacteria, Division : Firmicutes, Class : Clostridia. Order : Clostridiales, Family : Clostridiaceae, Genus : Clostridium, Species : Clostridium tetani.Clostridium tetani adalah bakteri berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Bakteri ini membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang.

2) Tetanus terutama ditemukan di daerah tropis dan merupakan penyakit infeksi yang penting baik dalam prevalensinya maupun angka kematiannya yang masih tinggi.
Penyakit ini khas dengan adanya tonik pada otot seran lintang, biasanya dimulai dari daerah sekitar perlukaan, kemudian otot-otot pengunyahan, sehingga akan mengalami kesukaran dalam mengunyah mulut.

3) Diagnosis tetanus ditegakan berdasarkan gejala-gejala klinik yang khas. Secara bakteriologi biasanya tidak diharuskan oleh karena sukar sekali mengisolasi Clostridium tetani dari luka penderita , yang kerap kali sangat kecil dan sulit dikenal kembali oleh penderita sekalipun. Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk. Obatnya yaitu berupa Antibiotika, Antitoksin, Tetanus Toksoid, dan Antikonvulsan.
4) Pencegahan merupakan tindakan paling penting, yang dapat dilakukan dengan cara : imunisasi aktif dengan toksoid, Perawatan luka menurut cara yang tepat, dan Penggunaan antitoksi profilaksis.
B. Saran
Bagi paa pembaca makalah ini disarankan untuk selalu pola hidup sehat agar dapat terhindar dari berbagai macam penyakit misalnya saja penyakit mematikan tetanus yang dapat disebabkan karena adanya bakteri clostridium tetani masuk kedalam tubuh manusia.













DAFTAR PUSTAKA


Bidan, Akademi, 2009. Mikrobiologi. http://akademibidan.blogspot.com/2009/03/mikrobiologi.html.
Arditayasa, I Wayan, 2009. Clostridium Tetani. http://en.wikipedia.org/wiki/Tetanus/clostridium_tetani.


PEDOMAN NASIONAL
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
MENDUKUNG
SISTIM KEWASPADAAN DINI
DAN RESPONS
DEPARTEMEN KESEHATAN
DIREKTORAT 3ENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUMANG MEDIK
2009

Daftar Kontributor :
1. Drg Martha M.Akila, M.Sc ( Dit. Bina pelayanan Penunjang Medik Depkes)
2. Dr Sondang Sirait, SpPK ( RSPI Prof Sulianti Saroso, Jakarta)
3. Dr Agnes Kumiawan, Sp.PARK, PhD ( Departemen Parasitologi FKUI)
4. Drti Gendro , MPH ( Pusiitbang Biomedis & Farmasi, Badan Litbang,Depkes) t. 5. Dr Tintin Gartinah, SpPK ( Batai Pengembangan LabKes Jawa Barat)
6. Sutarji Ssi, M,Kes ( Balai Laboratorium Kesehatan Bandar Lampung)
7. DR. Harry Santoso, M.Epid ( Subdit Surveilans, Dit Sepim Kesma, Depkes)
8. Edy Purwanto, M.Kes ( Sub Dit Surveilans, Direktorat Sepim Kesma, Depkes)
9. Gina Samaan, MPH ( WHO Indonesia)
10. Dr. Augusto Pinto (WHO Searo)
11. Frank Mahoni (CDC- Atlanta)

DAFTAR ISI
Daftar kontributor Daftar isi
BAB I. Sistem Kewaspadaan Dini melalui surveilans
penyakit menular 1
1. Sasaran 1
2. Tujuan 1
3. Kewaspadaan dini & respon 2
a. Unit surveilans kabupaten/ kota 2
b. investigasi pendahuluan 2
c. Tindakan respon 3
BAB II. Penyakit-penyakit dalam sistem surveilans 4
1. Definisi kasus 4
2. Daftar penyakit berpotensi Kejadian luar Biasa 5
BAB III. Peran laboratorium :
1. Untuk Diagnosis penyakit infeksi 6
a. Formulir permintaan dan hash! pemeriksaan 8
b. Sumber Pelaporan 8
c. Mekanisme Umpan Balik 8
2. Dalam sistem surveilans
a.Laboratorium pemeriksa 9
b. Persiapan pemeriksaan 10
c.Hasil Pemeriksaan Laboratorium 10
BAB IV. Prosedur umum Laboratorium
1 Prosedur Pengambilan dan pengiriman spesimen 12
2. Prosedur penanganan spesimen 15
3. Sistem pelaporan 15
BAB V . Penyakit-penyakit berpotensi wabah di Indonesia
1. Definisi kasus 23
2. Agent penyebab 23
3. Jenis & metode pemeriksaan 24
BAB VI : Managemen Laboratorium :
1. Jaminan Mutu dan keamanan Laboratorium 37
2. Pengendalian Mutu 37
3. Indikators penampilan 38
4. Data management 39

Hal.
Lampiran : Algoritma Pemeriksaan spesimen penyakit
berpotensi wabah di Indonesia 41.
1. Spesimen Malaria 41
2. Spesimen Typhoid 42
3. Spesimen Diare akut 43
4. Spesimen Diare Berdarah 44
5. Spesimen tersangka Diphteri 45
6. Spesimen tersangka pneumoniae 46
7. Spesimen tersangka pertusis 47
8. Spesimen tersangka AFP 48
9. Spesimen tersangka Anthrax 49
10. Spesimen Jaundice Akut 50
11. Spesimen tersangka Kolera 51
12. Spesimen tersangka Chikungunya 52
13. Demam yang tidak diketahui sebabnya 53
14. Spesimen tersangka Flu Burring 54
15. Spesimen tersangka DBD 55

BAB I
SISTEM KEWASPADAAN DINI MELALUI
SURVEILANS PENYAKIT MENULAR
Pada surveilan penyakit menular, secara sistemetis dilakukan pengumpulan data kemudian dianalisis dan dibuat interpretasi untuk selanjutnya disosialisasikan sebagai dasar untuk menentukan prioritas pada perencanaan, implementasi dan evaluasi penyakit melalui investigasi,pemantauan dan pencegahan.
Sasaran
Sasaran dalam kegiatan ini dapat dicapal melalui
1. Pengembangan strategi yang memperkuat surveilan penyakit menular.
2. Kerja sama antara klinisi dan laboratorium untuk mendapatkan penanganan spesimen, diagnosis dan pengobatan yang cepat dan lebih balk
3. Membakukan prosedur-prosedur laboratorium.
4. Melaksanakan pengendalian mutu
5. Pengembangan sistem pelaporan yang berbasis laboratorium.
Populasi dalam surveilans : adalah semua penduduk di wilayah propinsi.
Tujuan sistem kewaspadaan Dini :
1. Menyelenggarakan Deteksi Dini KLB penyakit menular
2. Stimulasi dalam melakukanpengendalian KLB penyakit menular
3. Meminimalkan kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB
4. Memonitor kecenderungan penyakit menular
5. Manila' dampak program pengendalian penyakit yang spesifik

Kewaspadaan Dini dan respon :
Unit Surveilans Kabupaten/Kota:
Unit Surveilans Kabupaten/Kota harus melakukan pemeriksaan setiap minggu terhadap seluruh laporan penyakit yang telah dientri dalam sistem aplikasi. Apabila ditemukan alart atau sinyal peringatan terhadap suatu penyakit maka petugas kabupaten/kota menghubungi petugas puskesmas untuk melakukan klarifikasi terhadap sinyal tersebut.
Apabila hasil klarifikasi benar menunjukan sebagai KLB maka selanjutnya petugas surveilans kabupaten/kota menghubungi petugas laboratorium untuk mengambil spesimen dan memeriksa spesimen tersebut. Apabila Laboratorium Propinsi tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pemeriksaan spesimen tertentu maka dapat meminta bantuan Laboratorium Rujukan Nasional.
Investigasi Pendahuluan
Langkah pertama investigasi KLB adalah untuk melakukan konfirmasi KLB dan melihat besarnya masalah KLB tersebut. Tim propinsi dan kabupaten/kota akan bergabung dengan petugas dari Puskesmas dan memulai investigasi dan menemukan kasus secara aktif.
Setiap KLB diinvestigasi dengan menggunakan format PE KLB sesuai dengan lampiran dan algoritma (lihat lampiran 8). Semua informasi tentang kasus KLB tersebut dicatat dalam program spread sheet (program microsoft exel). Kemudian melakukan analisa data diprogram seperti Epi Info atau Epi Data untuk menghasilkan analisis deskriptif menurut waktu, tempat dan orang
Tindakan Respon
Pada saat yang sama respon tim sebaiknya melakukan:
Rencana pengambilan sample klinis dan lingkungan.
- Formulasi hipotesis mengenai sumber pajanan dan cara penularan.
- Tes hipotesis
Menulis laporan dan rekomendasi.
Melakukan Tindakan Pengendalian Awal dengan segera meliputi: Tatalaksana kasus
Pengendalian infeksi
- Pencarian kontak kasus
- Pengendalian lingkungan
- Mobilisasi social
- Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat

BAB II
PENYAKIT-PENYAKIT DALAM SISTEM
SURVEILANS
Definisi kasus
Definisi kasus dalam penanganan penyakit menular
Adalah semua kasus dari seluruh penyakit yang telah diprioritaskan yang datang ke unit pelayanan kesehatan yang harus dilaporkan.
Penyakit-penyakit menular diprioritaskan berdasarkan:
1. Kepentingan kesehatan masyarakat termasuk mortalitas, morbiditas dan berpotensi mengkhawatirkan kesehatan masyarakat
2. Tersedianya pencegahan yang efektif dan layak
3. Berpotensi epidemic
4. Merupakan target eradikasi, eliminasi atau pengawasan regional atau internasional
Setiap ada peningkatan kasus penyakit diatas ambang batas harus segera dilaporkan ke subdit Surveilans melalui Dinas Kesehatan setempat dalam waktu 24 jam.

Daftar Penyakit-penyakit yang diprioritaskan berpotensi KLB :
1. Diare Akut
2. Malaria Konfirmasi
3. Tersangka Demam Dengue
4. Tersangka DBD
5. Pneumonia
6. Diare Berdara
7. Tersangka Demam Tifoid
8. Jaundice Akut (leptospira, hepatitis A)
9. Tersangka Flu Burung pada Manusia
10. Tersangka campak
11. Tersangka Diphteri
12. Tersangka Pertusis
13. AFP (Lumpuh Layuh Mendadak)
14. Tersangka Chikungunya
15. Tersangka Anthrax
16. Tersangka Meningitis/ Encephalitis
17. Tersangka Tetanus
18. Tersangka Tetanus Neonatorum
19. Kasus gigitan Hewan penular rabies
20. Demam yang tidak diketahui sebabnya
21. Kluster penyakit yang tidak diketahui

b. Merencanakan program pencegahan
c. Mengevaluasi pencegahan dan mengukur pengawasan
d. Menghasilkan hipotesa dan merangsang penelitian di bidang kesehatan masyarakat

Formulir permintaan dan Hasil pemeriksaan laboratorium
Begitu dokter mencurigai adanya kecenderungan suatu suatu penyakit yang diprioritaskan menimbulkan wabah, dokter langsung meminta pemeriksaan laboratorium yang diperlukan dan mengirim bahan pemeriksaan yang sesuai ke laboratorium untuk dilakukan diagnosis. Kecurigaan terhadap suatu kasus , tergantung dari kriteria klinis.
Formulir permintaan dan hasil pemeriksaan laboratorium memuat informasi kunci tentang pasien. Formulir harus mencakup jenis spesimen, asal spesimen, dokter/ Klinik pengirim, tanggal pengambilan dan pengiriman spesimen , nama pasien, usia, jenis kelamin. Informasi ini harus dapat dihubungkan dengan format demografis dari surveilan.
Format tersebut berlaku untuk semua jenjang pelayanan.
Sumber Pelaporan
Tempat-tempat pelayanan kesehatan yang mendeteksi adanya pasien-pasien dengan penyakit yang wajib dilaporkan, diminta untuk melaporkan hasil (menggunakan format pelaporan resmi) kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota , dan Dinas Kesehatan Provinsi untk meneruskannya ke Direktorat Jendera P2 PL.
Mekanisme umpan balik
Umpan balik kepada sumber pelapor adalah komponen penting untuk diagnosa
Umpan balik disampaikan kepada semua sumber pelapor pada semua tingkat, dengan memperhatikan mekanisme pelaporan baku yang telah ditentukan.

1. PERAN DALAM SISTEM SURVEILANCE
Laboratorium pemeriksa
Setiap penyakit yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang tidak dapat dilakukan oleh puskesmas atau laboratorium tingkat kabupaten, maka Laboratorium propinsi berfungsi sebagai rujukan bagi setiap kabupaten/kota dan jika laboratorium propinsi juga belum mampu maka harus dirujuk ke laboratorium rujukan nasional.
Pada umumnya pemeriksaan laboratorium yang mampu dilakukan oleh puskesmas dan laboratorium kabupaten kota adalah pemeriksaan mikroskopis sedang pemeriksaan biakan, imunologi dilakukan oleh laboratorium tingkat propinsi ( Balai Besar/ Balai laboratorium Kesehatan) . Pemeriksaan khusus yang belum dapat dilakukan di propinsi dapat dirujuk ke laboratorium rujukan nasional, misalnya untuk pemeriksaan virologis (polio, campak) yang memerlukan isolasi virus pada biakan jaringan atau test sequencing.
Pada kegiatan surveilans, sebagian besar pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh Balai Besar/ Balai Laboratorium Kesehatan.
Dinas Kabupaten / propinsi melakukan pengambilan dan pengumpulan spesimen dan mengirimkan ke Balai Besar/ Balai Laboratorium Kesehatan. Selain pemeriksaan spesimen penyakit menular, kegiatan surveilans yang dilakukan oleh Balai Besar/ Balai Laboratorium Kesehatan juga meliputi pemantauan lingkungan seperti pemeriksaan spesimen air minum, air bersih, air kolam renang , pemeriksaan pestisida, zat warna , pemeriksaan usap alat masak, makan dan kegiatan jasa boga lainnya.
Pada beberapa propinsi, kegiatan pemeriksaan laboratorium untuk surveilans juga dilakukan bersama laboratorium lain seperti BPOM ( Balai Pemeriksaan Obat & Makanan) untuk pemantauan spesimen makanan minuman milik produsen.
Setiap petugas surveilans kabupaten/kota perlu memiliki daftar nama dan nomor telpon dari staf laboratorium terkait seperti bagian: Bakteriologi, Virologi, Serologi, Parasitologi, dan Toksikologi.

Persiapan pemeriksaan
Setiap saat spesimen dikumpulkan oleh petugas di lapangan perlu: Membuat pengaturan lebih lanjut dengan penerima spesimen termasuk investigasi, keperluan untuk ijin import jika ada transport ke luar negeri. Membuat pengaturan Iebih lanjut dengan pembawa spesimen agar yakin bahwa pengiriman akan diterima sesuai dengan alat transportasinya.
- Perhatikan peraturan penerbangan domestik perihal Biosafety. Bahwa pengiriman (transport langsung jika mungkin) ditangani oleh perjalanan langsung, hindari kedatangan diakhir pekan bila mungkin, hindari perubahan dalam transport jika mungkin.
Siapkan dokumen yang perlu seperti syarat pengiriman, termasuk ijin bila diperiukan, berita acara, dan dokumen pengiriman.
Beritahukan kepada penerima spesimen di laboratorium perkiraan waktu kedatangan spesimen.
Rencana pemeriksaan laboratorium surveilans yang akan dilakukan harus selalu dibicarakan bersama antara Dinas Kesehatan propinsi dan Balai Besarl Balai Laboratorium Kesehatan diawal tahun sehingga Balai Besar/ Balai laboratorium Kesehatan dapat membuat rencana yang tepat untuk pemeriksaan spesimen surveilans disamping pemeriksaan untuk diagnosa yang dilakukannya.
Sebelum mengirim spesimen harus ada:

Perjanjian atau persetujuan yang telah dibuat antara pengirim,
pembawa dan penerima spesimen termasuk format permintaan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan yang akan digunakan. Pada kegiatan surveilans format baku demikian pada umumnya sudah tersedia di Dinas Kesehatan setempat.
- Konfirmasi dari laboratorium penerima bahwa siap untuk menerima spesimen.
- Bila spesimen tiba di luar jam kerja, maka petugas laboratorium harus diberitahukan agar siap menerima spesimen.

Hasil pemeriksaan Iaboratorium

a. Hasil pemeriksaan laboratorium dalam kegiatan surveilans harus dilaporkan secara berkala sesuai ketentuan kepada Ditjen P2PL Depkes melalui Dinas Kesehatan setempat menggunakan format baku yang telah disepakati.
b. Pada kasus-kasus maupun program khusus nasional seperti APP, Flu Burrung, TB, campak, kegiatan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan harus mengikuti Pedoman nasional yang telah ditetapkan.
c. Pada keadaan terjadi peningkatan kasus bermakna dan hasil pemeriksaan laboratorium mendukung keadaan klinis pasien, laboratorium harus pro aktif melaporkan dengan segera kepada petugas Dinas Kesehatan setempat disamping laporan rutin yang dikirimkan.

BAB IV
PROSEDUR UMUM LABORATORIUM
1. Prosedur pengambilan dan pengiriman spesimen berpotensi wabah
Spesimen darah:
Darah untuk kultur bakteriologi diambil sebelum pemberian antibiotik.
Dua kultur darah yang dikumpulkan pada hari yang berlainan atau interval waktu tertentu diharapkan dapat mengesampingkan kemungkinan kontaminasi dan dapat menegakan diagnose bakteriemia. Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan anak-anak sebanyak 3-5 ml. Untuk pasien-pasien yang lebih muda jumlahnya setengah dari dewasa.
Petunjuk umum untuk pengambilan spesimen biakan darah:
Disinfeksi kulit dengan alkohol, betadine atau kedua-duanya dan lakukan pengambilan darah secara aseptik.
1. Desinfeksi tutup dari botol biakan darah dengan alkohol dan suntikkan spesimen ke dalam botol Wasik atau Trypticase soy broth (atau Brainheart infusion) dengan perbandingan volume 1:10 (darah medium).
Tergantung usia anak volume darah dapat diambil sebanyak 2-5 ml dan dimasukkan ke dalam 30 ml kaldu atau 7-10 ml darah ke dalam 70m1 kaldu untuk orang dewasa.
2. lnkubasi botol-botol dengan posisi tegak lurus pada 35-37 °C
4 .Untuk Pemeriksaan Bakteri:
Darah disuntikan ke dalam botol-botol kultur yang berisi transport media (oxgall) dengan segera (sebelum membeku) dan dikirim ke laboratorium tanpa didinginkan atau dibekukan.

5. Untuk isolasi virus, Darah di sentifugasi untuk mendapatkan serum (minimal 1,5 cc), dikirim dalam suhu dingin (2-8C), untuk beberapa jam (dalam cool box dengan dry ice)atau dalam nitrogen liquid tank (-20 °C).
Spesimen dari luka, jaringan, abses, aspirat dan drainage:
Spesimen Jaringan atau cairan diambil dari dari lokasi infeksi/bengkak
Jaringan harus disimpan dalam wadah yang steril bermulut lebar dan ertutup ulir dan
segera di kirim ke laboratorium. Agar jaringan tidak kering dapat
ditambahkan Cairan isotonik (NaCI fisiologis) .
Untuk pemeriksaan mikrobiologi, direkomendasikan pengambilan spesimen sebanyak mungkin dan ditanam ke dalam media sebelum 2 jam.
Jika diperlukan isolasi anaerob cairan diambil dengan alat suntik, kemudian jarum ditusukan ke dalam karet atau sumbat untuk mencegah masuknya udara. Sampel yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam anaerobic jar dan masukkan gaspak anaerob ke dalamnya. Disarankan kultur anaerob dilakukan ditempat pengambilan sampel dan sampel dibawa ke laboratorium sudah di dalam anaerobic jar. Untuk pemeriksaan virus, maka swab lesi dimasukkan kedalam wadah yang sudah berisi virus transport medium (VTM) steril, kemudian dikirim segera ke laboratorium virologi dengan menggunakan cool box berisi coolpack atau dry ice.
Tinja:
1. Untuk Pemeriksaan Bakteri:
Diambil dengan tehnik rectal swab menggunakan kapas lidi steril. Kapas lidi harus melalui sphincter anal, dan secara hati-hati diputar, ditarik mundur dan segera dimasukkan ke dalam media transport Carry-Blair. Segera diproses karena beberapa bakteri seperti Shigella dan Campylobacter spp. tidak dapat bertahan hidup dengan adanya perubahan pH dan penurunan temperatur.

(Campylobacter hanya bertahan hidup 2 jam dan bakteri :yang lain 12 jam atau lebih).
Air alkali pepton direkomendasikan sebagai media pengayaan dan transport ( 6-8 jam ) untuk V.cholerae.
2. Untuk Pemeriksaan Parasit:
Spesimen tinja (2-3 gr) dimasukkan kedalam pot kering yang bersih, diamati dalam keadaan segar untuk menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid) dan adanya lekosit PMN sebagai tanda peradangan.
Spesimen tinja dapat diawetkan dalam MIF (merthiolate Iodine formalin) atau larutan 10% formalin untuk pemeriksaan parasit. Untuk pemeriksaan amuba harus dengan tinja segar. Tambahkan Lugol yodium ke atas sediaan basah untuk membedakan sel darah putih dan kista parasit.
Kista akan menangkap yodium dan muncul warna coklat terang, object lain
akan tampak bersih. Sebagai alternatif:
- Gunakan merthiolate iodine formalin (MIF) untuk mengkonfirmasikan adanya leukosit pada tinja, G.lamblia dan E.histolytica.
- Gunakan Pewarna Ziehl-Neelsen untuk mendeteksi Cryptosporidium yang tahan asam setelah difiksasi dengan metanol.
3. Untuk Pemeriksaan Virus:
Terutama virus polio, Spesimen tinja (8 gram) dimasukkan kedalam wadah pot yang bersih, transparan dan kering ,dengan sendok tertempel pada tutup dan bertutup ulir diluar, segera dikirim ke Laboratorium Rujukan Nasional Polio dalam cool box (2-8°C) atau sebelum dikirim disimpan sementara dalam temperatur (2-8°C). Pengiriman harus sampai kelaboratorium tidak boleh lebih dari 3 hari.

CSF:
Organisme-organisme penyebab radang selaput otak harus dikenali dengan cepat untuk menyelamatkan pasien (hasil pengecatan Gram atau tahan asam dapat sangat bermanfaat).
Untuk biakan dan analisa biokimia, spesimen harus dikumpulkan di dalam beberapa tabung steril dan ditangani secara aseptik .
Untuk pemeriksaan Mikrobiologi volume CSF harus cukup , terutama jika dicurigai TB atau fungal sebagai penyebab radang selaput otak. Jika spesimen dikumpulkan dalam dua tabung atau lebih secara berurutan, tabung pertama jangan digunakan untuk analisa mikrobiologi, tetapi jika spesimen hanya satu tabung maka pemeriksaan mikrobiologi dilakukan yang pertama. Tabung dibuka di laboratorium secara aseptik dan selanjutnya spesimen diambil untuk pemeriksaan kimia, serologi dan sitologi.
Biakan cairan otak harus dilaksanakan segera karena organisme- organisme di dalam CSF bersifat mudah mati dan jumlahnya sangat sedikit.
Sebagai media transport dan media pertumbuhan cairan otak, direkomendasikan Trans-Isolate medium (TIM) .Untuk isolasi virus, sebagian dari CSF diambil secara aseptik dan dikirim dalam keadaan beku dengan dry ice, sedangkan untuk pemeriksaan antibodi (JE-IgM antibodi), CSF dapat dikirim dengan coolbox (suhu 2-8 C).
Spesimen saluran pernafasan
Spesimen dari saluran pernafasan bagian atas (pharyng dan
nasopharyngeal) serta dahak harus disimpan dalam tempat yang steril, tertutup dan diolah dengan segera.,
Untuk mendeteksi tuberkulosis, selalu dianjurkan spesimen pagi hari dan pengambilan spesimen dilakukan sebanyak 3 kali yaitu sewaktu, pagi dan sewaktu Hasil pemeriksaan dari saluran pernapasan harus diinterpretasikan secara hati-hati karena adanya normal flora dan sering terjadinya infeksi nosokomial. Untuk pemeriksaan virologis (flu burung, campak, dn.), specimen swab nasopharyng atau swab pharyng harus dimasukkan dalam wadah yang

berisi VTM steril. Dikirim kelaboratorium dalam keadaan dingin (coolbox, 2¬8C).
Urine.
Untuk pemeriksaan virologis (campak) specimen urine diambil sebanyak 50 ml pada saat pasien panas atau timbul rash. Urine ditampung dalam wadah yang steril, kering dan bersih, tutup berulir keluar, langsung dikirim ke laboratorium dalam waktu 24-48 jam.
2. Prosedur Penanganan/ pengolahan spesimen : biakan darah
Biakan darah penting untuk diagnosis, pengobatan dan perawatan . Biakan darah sebanyak dua atau tiga kali (berbeda beda interval atau hari pengambilan darah) akan mendeteksi lebih dari 95% kasus bakteremia dan membantu laboratorium dalam membedakan dengan kontaminan.
1. Darah yang sudah diambil, diilnkubasi dalam botol-botol dengan posisi tegak lurus pada 35-37 °C selama 7-21 hari (Salmonella. typhi akan tumbuh dalam 7 hari dan Brucella sampai 3 minggu).
2. Periksa setiap hari untuk melihat adanya pertumbuhan.
Untuk botol biakan darah bifasik, setelah pemeriksaan balikkan botol supaya permukaan agar dilapisi dengan kaldu.
3. Lakukan identifikasi bakteri lebih lanjut terhadap koloni yang tumbuh.
4. Pada kultur kaldu tanpa agar (bukan bifasik) adanya pertumbuhan dapat dilihat dengan memeriksa adanya kekeruhan, hemolisis atau produksi

gas . Ambit 1-2 ml biakan cair ini , lakukan pengecatan Gram dan tanam pada Media untuk subkultur dari biakan kaldu:
1. Lempeng Agar Darah (, berisi 5% butir-butir darah merah domba¬domba)
2. Coklat Agar (CHOC)
3. MacConkey (MAC)
5. Pengujian selanjutnya untuk identifikasi bakteri lakukan sesuai bagan.
Spesimen CSF
Dua atau tiga tabung dad CSF dikumpulkan. Tabung pertama digunakan untuk menghitung lekosit , tabung yang ketiga digunakan untuk tujuan konfirmasi hasil.
Tabung ke dua digunakan untuk pemeriksaan biokimia dan mikrobiologi. Seandainya hanya ada satu tabung tersedia, harus dilakukan pemeriksaan mikrobiologi terlebih dahulu, tabung lain dibuka secara aseptik diambii sebagian untuk pemeriksaan biokimia dan sitologi.
CSF (Cairan Spinal) mungkin hanya berisi sedikit mikroorganisme ,
direkomendasikan untuk di konsentrasikan dengan cars disentrifus. Sedimen di suspensikan kembali dengan beberapa tetes supernatan dan digunakan untuk biakan serta pemeriksaan mikroskopis. Semua mikro organism yang tumbuh dari biakan ini potensial patogen.
Untuk pemeriksaan bakteriologis, jangan menyimpan CSF dalam refrigerator, CSF harus segera dikirim ke laboratorium untuk diproses, karena mikroorganisme akan cepat mati . Sedangkan untuk pemeriksaan virologis, CSF harus disimpan dalam refrigerator atau dalam freezer (jika menunggu sampai beberapa bulan).

Direkomendasikan untuk menginokulasikan spesimen dengan segera ke dalam Trans-Isolate Medium (TIM), yang digunakan sebagai medium transport dan media pertumbuhan pada waktu yang sama.
Spesimen Dahak
Spesimen dahak (bukan air liur ) harus diambil pagi-pagi dimasukkan ke dalam wadah yang steril dan diproses dalam waktu 2 jam. Jika terjadi penundaan dapat disimpan di dalam lemari es (suhu 2 — 8°C) untuk satu hari saja. Untuk pembuatan apus dan biakan sputum dilakukan di laboratorium Biosafety Level 2 .
Pengolahan dahak:
a. Pewarnaan Gram dan pewarnaan Ziehl Neelsen
b. Inokulasi ke agar darah, agar coklat dan MAC
c. Prosedur digesti dan dekontaminasi sputum :
N-Acetyl-L-cystine (NALC) konsentrasi antara 0,5 dan ,20% dapat melarutkan sputum dengan cepat. Larutan ini mengandung natrium hidroksida yang bertindak sebagai dekontaminan
Media Penanaman yang direkomendasikan:
Media padat dengan bahan dasar telor : Lowenstein-Jensen (II)
Media padat dengan bahan dasar agar:
Middlebrook 7H10
Middlebrook 7H11
Media cair (kaldu): Bactec 12B
Middlebrook 7H9
Inkubasi dalam posisi miring dengan Iingkungan 5-10% CO2 . Tutup tabung dilonggarkan pada minggu pertama.

Biakan diinkubasi selama 8 minggu untuk dapat menyatakan tidak ada pertumbuhan. Jika ada pertumbuhan , buat sediaan mikroskopis dan lakukan pengecatan tahan asam (Ziehl Neelsen)
Biakan apus tenggorok
Penyebab radang tenggorok paling umum adalah S. pyogenes (Streptokokus
grup A ), Staphylococcus aureus dan streptococcius viridan tertentu. Banyak
bakteri Gram-negative yang dapat diisolasi seperti Legionella spp.
Pseudomonas spp., Bordetella pertussis,Hemophilus spp. dan
Corynebacterium diphtheriae.
Pengambilan bahan dapat menggunakan kapas-Dacron-, kapas lidi yang dibasahi kalsium alginat
Bahan diambil dengan cara mengapus daerah tonsil dan faring posterior jangan menyentuh lidah dan uvula. Spesimen harus segera ditanam , jangan dibiarkan lebih dari 4 jam.
Pemilihan media berdasarkan penyakit yang dicurigai . Media diinkubasi secara aerob dengan penambahan 5% - 10% CO2
1. Media Rutin:
a. Agar coklat untuk Hemophilus dan Neisseria spp. ( dengan catatan bahwa Neisseria terdapat jugs pada carier ).
b. Agar darah untuk Staphylococcus, Streptokokus B hemolitikus dan Streptococcus viridans.
2. Media Selektif:
a. Blood-tellurite atau agar Loefflers untuk C.diphtheriae
b. Bordet-Gengou (harus selalu segar) untuk B.pertussis

Corynebacterium diphtheriae jika diwarnai dengan metilen blue atau
pewarnaan Neisser tampak memiliki granula yang metakromatik
Biakan urin
Biakan urin pada untuk sistem Kewaspadaan dini hanya dilakukan untuk pemeriksaan campak.
Urin sewaktu dengan altran tengah diambil sebanyak 50 cc dalam pot urin yang kering, bersih dan steril. Segera dikirim ke Laboratorium Rujukan Nasional Campak dengan keadaan dingin dalam cool box (suhu 2-8°C).
Biakan luka
Jika penyebab infeksi dicurigai bakteri anaerob, spesimen tidak boleh terpapar udara lebih dari 5 menit.Untuk menghindari bakteri kontaminan, spesimen purulen diambil dengan lidi kapas atau diaspirasi menggunakan spuit lalu ditaruh dalam 1 ml cairan garam fisiologis ( yang sudah diinkubasi dalam gas pack jar > 4 jam untuk mengeliminasi oksigen ) atau dalam thioglycolat broth
Spesimen harus segera diproses dalam waktu 2 jam, dan tidak perlu disimpan dalam lemari pendingin
1. Lakukan Pewarnaan Gram .
2. Inokulasi pada media berikut untuk isolasi aerob :
a. Media Agar Darah
b. Media Agar Mc. Conkey
3. Inkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dan amati koloni yang tumbuh.
4. Untuk isolasi anaerob gunakan agar darah atau kaldu daging jika ada dengan catatan:
a. Media untuk biakan anaerob harus direduksi dengan cara disimpan dalam anaerobic jar yang berisi GasPak anaerob selama >4 jam untuk mengurangi tekanan Oxygen .
20

Corynebacterium diphtheriae jika diwarnai dengan metilen blue atau
pewarnaan Neisser tampak memiliki granula yang metakromatik
Biakan urin
Biakan urin pada untuk sistem Kewaspadaan dini hanya dilakukan untuk pemeriksaan campak.
Urin sewaktu dengan aliran tengah diambil sebanyak 50 cc dalam pot urin yang kering, bersih dan steril. Sedera dikirim ke Laboratorium Rujukan Nasional Campak dengan keadaan dingin dalam cool box (suhu 2-8°C).
Biakan luka
Jika penyebab infeksi dicurigai bakteri anaerob, spesimen tidak boleh terpapar udara lebih dari 5 menit.
Untuk menghindari bakteri kontaminan, spesimen purulen diambil dengan lidi kapas atau diaspirasi menggunakan spuit lalu ditaruh dalam 1 ml cairan garam fisiologis ( yang sudah diinkubasi dalam gas pack jar > 4 jam untuk mengeliminasi oksigen ) atau dalam thioglycolat broth
Spesimen harus segera diproses dalam waktu 2 jam, dan tidak perlu disimpan dalam lemari pendingin
1. Lakukan Pewarnaan Gram .
2. Inokulasi pada media berikut untuk isolasi aerob :
a. Media Agar Darah
b. Media Agar Mc. Conkey
3. Inkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dan amati koloni yang tumbuh.
4. Untuk isolasi anaerob gunakan agar darah atau kaldu daging cincang jika ada dengan catatan:
a. Media untuk biakan anaerob harus direduksi dengan cars disimpan dalam anaerobic jar yang berisi GasPak anaerob selama >4 jam untuk mengurangi tekanan Oxygen .
20

b. Pemrosesan spesiman harus selesai dalam waktu beberapa menit untuk meminimalkan kontak dengan oksigen
c. Inkubasi media yang sudah ditanami pada suhu 37 °C selama 2-5 hari pada kondisi anaerob.
d. Koloni yang tumbuh harus dilakukan subkultur pada suhu 37 °C dan dibiarkan tumbuh diudara (aerotolerance test). Sisanya diinkubasi secara anaerob
e. Hanya bakteri fakultatif anaerob tumbuh diudara, sedangkan bakteri anaerob murni tidak akan tumbuh.
f. Lakukan pewarnaan Gram pada semua kasus.
5. Untuk mengidentifikasi bakteri fakultatif, lihat pada tabel.
6. Untuk mengidentifikasi bakteri anaerob, kirimkan media dengan pertumbuhan kuman dalam kondisi anaerob ke laboratorium rujukan
7. Lihat bagan untuk pengolahan spesimen luka:
Kultur Tinja
1. Spesimen tinja (1-2 gm) diamati dalam keadaan segar untuk
konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid) dan adanya lekosit PMN sebagai tanda peradangan:
Tambahkan Lugol yodium ke atas sediaan basah untuk membedakan sel darah putih dan kista parasit.
Kista akan menangkap yodium dan muncul warna coklat terang, object lain akan tampak bersih.

Sebagai alternatif:
Dapat digunakan merthiolate yodium (formalin (MIF) noda untuk mengkonfirmasikan adanya leukosit pada tinja, Giardia .lamblia dan E.histolytica.
Pewarna Ziehl-Neelsen untuk mendeteksi Cryptosporidium yang tahan asam setelah difiksasi dengan metanol.
2. Untuk mendeteksi darah samar:
Sediaan apus diberi larutan guaiac. Larutan ini jernih, jika kontak dengan peroksidase (terdapat dalam sel darah dan beberapa makanan) warnanya akan berubah menjadi biru.
3. Jika tinja tidak bisa diperoleh, ambit apus dubur 1-2 (atau Iebih) hapusan, masukkan ke dalam Cary-Blair simpan dalam lemari es sampai diproses. Bakteri dapat bertahan hidup di dalam medium ini untuk 1-2 hart, tapi Campylobacter spp hanya tahan beberapa (2-3) jam.
Biakan langsung :
Tinja diinokulasi pada agar: MacConkey (MAC), Salmonella-Shigella (SS atau Hoektoen Enterik Agar ) dan Campylobacter agar-agar (CAMPY).
Semua media yang sudah diinokulasi kuman diinkubasi selama 24h pada 37 °C, kecuali Campylobacter yang harus diinkubasi pada 42 °C selama 48jam dengan CO2 (5-10%) menggunakan sungkup lilin atau gaspak Campylobacter

Kultur dengan pengayaan :
lnokulasi pada Selenit F broth sebagai media pengayaan untuk Salmonella spp kemudian inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C Untuk V. Cholera gunakan alkali peptone , inkubasi 6 jam pada suhu 37 °C.
Dad Selenite F tanam ke agar MAC dan SS.
Dart alkali peptone ke TCBS Thiosulfate Sukrosa Empedu Sitrat .
Selanjutnya lakukan biakan sampel tinja sesuai bagan.

3. Sistem Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium untuk Kewaspadaan Dini penyakit menular berpotensi wabah selain disampaikan kepada dokter yang mengirim untuk kepentingan diagnosa, jugs dilaporkan secara berkala sesuai ketentuan kepada Ditjen P2PL Depkes melalui Dinas Kesehatan setempat menggunakan format baku yang telah disepakati untuk kegiatan surveilans.
Pada kasus-kasus maupun program khusus nasional seperti AFP, Flu Burrung, TB, campak, kegiatan pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan harus mengikuti Pedoman nasional yang telah ditetapkan.
Pada keadaan terjadi peningkatan kasus bermakna dan hasil pemeriksaan laboratorium mendukung keadaan klinis pasien, laboratorium harus pro aktif melaporkan dengan segera kepada petugas Dinas Kesehatan setempat yang bertanggung jawab dan berkompeten untuk segera ditindak lanjuti.

BAB V
PENYAKIT-PENYAKIT BERPOTENSI WABAH DI
INDONESIA
MENINGITIS BAKTERI
Merupakan radang meningen yang disebabkan oleh bakteri
Diagnosis etiologi sangat penting untuk pengobatan pasien
CSF dari pasien-pasien yang dicurigai menderita meningitis perlu segera diproses untuk menentukan etiologic.
Bakteri penyebab:
Hemophilus influenzae type b adalah yang paling umum penyebab meningitis
pada anak-anak di bawah 6 tahun. Di atas usia itu penyebabnya mungkin meningococcal atau pneumococcal.
• Bakteri yang paling umum sebagai penyebab meningitis akut adalah:
Streptococcus pneumoniae
a. Hemophilus influenza
b. Neisseria meningitides
c. Kelompok streptococci (S. agalactiae)
d. Staphylococcus spp.
• Bakteri yang paling umum sebagai penyebab meningitis kronis adalah:
a. Mycobacterium tuberculosis
b. Brucella
c. Cryptococcus neoformans
d. Candida spp.

Spesimen CSF harus ditangani dan diproses di dalam safety cabinet untuk menghindari kontaminasi dan penularan oleh bakteri penyebab menigitis.
Kultur dan identifikasi:
Semua organisme yang tumbuh pada biakan adalah patogen pada manusia dan berpotensi wabah bila tidak ditangani dengan benar.
1). Neisseria meningitidis:
Bakteri ini bisa dikultur dari darah pasien-meningitis bila mana hasil kultur dari CFS negatif.
a. Pemeriksaan mikroskopis Gram-negatif diplokokus, terdapat di
dalam leukosit PMN.
b. Tumbuh lebih baik pada agar darah (BA) atau agar coklat.
2) Streptokokus pneumoniae:
Streptococcus pneumoniae merupakan juga penyebab utama meningitis pada orang dewasa, dapat diisolasi dari penderita pneumonia, infeksi telinga dan sepsis
Strain hash! isolasi memiliki kapsul.
Disk Optochin digunakan untuk membedakan pneumococci ( terdapat zona inhibisi > 14 mm) dari streptococcus viridan
Deteksi antigen dilaksanakan dengan menggunakan lateks aglutinasi Pada uji kepekaan, antibiotik yang rutin dites dengan metoda difusi disk pada agar darah Muller-Hinton Agar, adalah: oxacillin, kloramfenikol, sulfamethoxazole- trimethoprim (SXT), ceftriaxone,vancomycin, eritromisin dan tetrasiklina.
3). Hemophilus inflenzae (HI):
a.Mikroskopis: Coccobacilli gram-negatif (atau pleomorf).

Ada enam serotipe (a- f ), yang didasarkan pada sifat antigen dari kapsul polisakarida. Tipe b Iebih ganas dan biasanya menyebabkan infeksi yang invasive pada meninges, epiglottis, paru-paru, sendi dan area lain.
b.Pertumbuhan pada agar darah domba tidak subur atau tidak tumbuh sama sekali.Pertumbuhan terbaik pada agar coklat yang ditambah dengan isovitalex. Spesimen clan saluran pernapasan biasanya berisi bakteri oral yang mudah tumbuh dengan subur sehingga menutupi Hemophilus, maka biasanya ditambahkan basitrasin 300mg/L kedalam Agar Coklat.
Koloni cembung bulat, halus, transparan atau pucat abu abu dengan bau yang khas.
Konfirmasi HI memerlukan demonstrasi faktor X dan V
Bisa dalam bentuk cakram yang ditempatkan diatas biakan yang muds pada nutrientor Muller Hinton agar untuk mengamati adanya peningkatan pertumbuhan di sekitar cakram-cakram. Sebagai alternatif, dapat digoreskan Staphylococcus aureus pada permukaan dari agar darah yang diinkubasi, koloni HI akan muncul lebih besar (satelit, Staphylococcus menghasilkan Faktor V ke dalam medium).
Slide aglutinasi menggunakan antisera (a-f )adalah metoda yang biasa digunakan untuk serotyping (terutama untuk deteksi langsung antigen pada CSF), tetapi dapat terjadi hasil positif palsu karena adanya reaksi silang dengan organisma-organisma lain, eg. Streptokokus pneumoniae).
c. Kepekaan Antibiotik dilakukan dengan Difusi Cakram pada Muller Hinton Chocolate Agar. Antibiotik yang harus diuji adalah: Ampisilin, kloramfenikol, sulfamethoxazole-trimethoprim, ceftriaxone, eritromisin, dan tetrasiklina. Produksi Beta-lactamase bisa diuji dengan menggunakan cakram beta¬lactamase
26

(AFP) POLIOMYELITIS

AFP adalah suatu gejala dari beberapa penyakit-penyakit, termasuk poliomielitis, Guillain-Barre Sindrom, Transverse Myelitis, penyakit-penyakit neurologis lain dan trauma.
Poliomyelitis adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus Polio, mengakibatkan reaksi peradangan di dalam sistem saraf pusat, sehingga menimbulkan ketumpuhan yang bersifat layuh ( AFP = Acute Flacid Paralyse).
Spesimen harus ditangani secara aseptik dalam biosafety cabinet kelas II. Spesimen harus dikirim ke Laboratorium rujukan untuk diagnosis.
Dua spesimen tinja (masing-masing 5-10 g) harus dikumpulkan dari penderita yang dicurigai dengan interval 24 jam kedalam pot tinja yang bersih, steril dan kering. Spesimen dalam lemari pendingin (2-8°C) tahan selama 2-3 hari (selama transportasi yang singkat) atau dibekukan pada -20 °C (tahan beberapa bulan).
Virus ini bisa juga diisolasi dari apus tenggorok atau CSF.
Untuk pemeriksaan serologi, digunakan sesimen serum yang dapat disimpan lama dalam keadaan beku (-20 °C) untuk mengukur kenaikan titer antibodi (IgM dan IgG) antara fase akut dan fase penyembuhan/konvalesen dari penyakit.
RABIES
Rabies atau penyakit anjing gila adalah suatu penyakit menular yang menyerang sistem syaraf manusia dan binatang berdarah panas dan berakibat fatal. Penyebabnya adalah Single stranded RNA virus dari golongan Rhabdoviridae.

Semua spesimen harus dikumpulkan secara hati-hati baik penanganan maupun pengirimannya dan harus sesuai prosedur tetap.
Untuk pengambilan, penanganan dan pemeriksaan spesimen rabies (hewan dan manusia) dilakukan oleh Laboratorium Veteriner.
DIPTH ERI
Dipteri adalah suatu penyakit infeksi pernapasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae, dapat menular dengan cepat dan berpotensi menimbulkan wabah serta berakibat fatal.
Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri berbentuk batang Gram-positive pleomorf.
Penanganan spesimen harus dilakukan dalam Biosafety Cabinet Class 11. Corynebacterium diphtheriae dapat diisolasi pada Media cystein selektif tellurite Agar Darah. Koloni berwarna kelabu atau hitam agak berbau khas sesudah diinkubasi selama 24 jam diinkubator dengan temperatur 37°C. Dengan pewarnaan khusus Neisser terlihat bakteri berbentuk batang yang mempunyai granula metakromatik.
Lapor kepada dokter dengan segera bila dijumpai hasil yang positif.
MALARIA
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang berkembang biak dalam set darah merah manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Ada empat spesies plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia yaitu:
P. vivax, P. falciparum, P. Malariae, P. Ovale.
Janis plasmodium yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah P. vivax dan P. Falciparum. KLB malaria masih sering terjadi di Indonesia. Untuk itu diagnosis yang tepat sangat diperlukan.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan serologi dan mikroskopis. Hingga saat ini pemeriksaan mikroskopis dari sediaan darah tebal dan tipis dengan pulasan Giemsa masih merupakan standar baku emas di Indonesia.
TETANUS NEONATORUM
Tetanus adalah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri anaerob Clostridium tetani yang ditandai oleh kejang otot (tidak disertai demam) di sekitar mulut, rahang dan otot pernapasan sehingga kesulitan untuk menyusui dan bernapas.
Clostridium tetani merupakan bakteri anaerob yang membentuk spora terminal menyerupai bentuk tongkat, bersifat Gram positif.
Spora resisten terhadap pengeringan, panas, dan pasteurisasi yang tidak sempurna, dapat dibunuh oleh autoclaving atau penggunaan larutan iodium 2% atau gluteraldehyde selama 3 jam.
CAM PAK
Penyakit campak atau Measles adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus campak dengan gejala panas, batuk, pilek, radang mata, takut sinar dan rash, dengan komplikasi radang selaput telinga dan bronchopneumonia. Penyakit campak terutama menyerang pada anak balita. Penyakit ini ditularkan melalui saluran pernafasan yaitu melalui udara yang tercemar oleh virus campak atau kontak dengan anak yang terinfeksi virus campak. Virus masuk kedalam saluran pernafasan anak kemudian berkembang biak dalam kelejar lymphe dan jaringan epithel mucosa. Virus dapat ditemukan di cairan tubuh, air mata, throat swab, urine dan darah. Humoral antibody (IgM) dapat dideteksi pada saat rash dan mencapai puncaknya pada hari ke-1 0, sedangkan IgG terbentuk Iebih lambat tapi dapat bertahan lama. IgA jugs dapat ditemukan pada cairan secresi.
Spesimen untuk pemeriksaan isolasi virus campak adalah throat swab atau urine anak, yang diambil 1 kali pada saat rash sampai 2 minggu setelah

rash. Spesimen paling balk diambil dalam waktu 14 hari setelah gejala rash. Spesimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB campak adalah darahlserum untuk dilakukan pemeriksaan 1gM antibodinya. Dengan diketahui adanya 1gM antibody, berarti diagnostic terjadi "recent infection" atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus campak.
Penyakit campak dapat dicegah dengan vaksinasi. Ada 2 jenis vaksin yang dipakai yaitu vaksin campak hidup dan yang inaktif (mati). Saat ini vaksin campak sudah digunakan oleh negara berkembang dan negara maju untuk imunisasi rutin. Vaksin campak dapat juga dikombinasi dengan vaksin untuk penyakit mump dan rubella yaitu vaksin MMR.
Surveilans campak adalah satu- satunya Para untuk mendeteksi secara dini adanya sirkulasi virus campak di masyarakat. Sejak tahun 2000, pemerintah Indonesia telah melaksanakan program eliminasi virus campak secara nasional dengan tujuan menurunkan kejadian KLB campak. Strategi eliminasi campak yang dilaksanakan pemerintah Indonesia adalah dengan peningkatan program imunisasi dan investigasi KLB campak. Sejak tahun 2008, secara terbatas program juga melakukan surveilans campak untuk propinsi tertentu yang disebut dengan case base surveilans aktif campak.
3APANESE ENCEPHALITIS (3E)
Penyakit JE adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus JE, terutama menyerang pada anak balita, dengan gejala panas, gangguan mental, gangguan motorik pada bicara, mata dan pantat, dan sexing terjadi kejang¬kejang. Kematian biasanya terjadi setelah 10 hari.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Nyamuk berkembang biak di sawah yang dekat dengan kandang babi atau sapi. Babi dan sapi merupakan vektor pembawa virus, sehingga jika nyamuk menggigit babi kemudian menggigi manusia, maka virus akan ditularkan dari babi ke manusia. Selain babi, hewan perantara yang lain adalah sapi, kuda, burung sawah, buaya, kambing, domba dan unggas.
Spesimen untuk konfirmasi diagnosa laboratorium JE adalah darah/sera, yang diambil 1 kali pada saat panas. Pada saat ini spesimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB JE adalah darah/serum atau cairan serebrospinal (lumbal

fungsi) untuk dilakukan pemeriksaan IgM antibodinya. Dengan diketahui adanya IgM antibody anak berarti diagnostic terjadi "recent infection" atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus JE.
Penyakit JE dapat dicegah dengan vaksinasi dan membasmi nyamuk Culex. Sampai saat ini vaksin JE belum digunakan di Indonesia, dan yang dilakukan program untuk mencegah meluasnya penyakit JE hanyalah kebersihan lingkungan yaitu untuk memberantas nyamuk dan jentik nyamuk Culex. Vaksinasi pada babi telah dilakukan di Jepang, akan tetapi ternyata masih kurang effektif, sehingga perlu untuk dibuat vaksin untuk manusia dan sekarang ini sudah dikembangkan vaksin untuk menusia yang diproduksi dari otak tikus atau kultur ginjal hamster.
Di Indonesia belum ada program surveilans JE secara nasional kecuali hanya investigasi KLB saja. Investigasi dilakukan apabila ada laporan terjadi KLB di suatu daerah tertentu, kemudain diambil specimen darah/serum untuk konfirmasi diagnosa laboratorium, apakah benar KLB disebabkan oleh virus JE.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan ELISA atau Haemaglutinasi Inhibisi (HI) test. Untuk test HI perlu darah acut dan darah convalesent (diambil 10-14 hr sesudah pengambilan darah I).
CHIKUNGUNYA
Penyakit Chickungunya adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus chickungunya, menyerang pada semua umur, dengan gejala specific panas dan ngilu pada seluruh sendi badan. Masa inkubasi 3-12 hari, kemudian diikuti dengan panas dan ngilu pada sendi, dan biasanya sakit pada pantat dan tulang sangat berat sehingga pasient tidak bisa bergerak.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti. Virus berkembang biak dalam nyamuk kemudian berada di saliva, dan bila nyamuk menggigit manusia maka virus yang ada di saliva nyamuk masuk kedalam tubuh manusia. Virus kemudian masuk kedalam peredaran darah dan beredar kedalam organ tubuh yang lainnya.
Virus berada dalam darah selama 1 — 3 hari setelah infeksi, tapi kadang-kadang masih dapat ditemukan sampai 1 minggu. Specimen untuk pemeriksaan isolasi virus chickungunya adalah darah/sera, yang diambil 1 kali

pada saat panas. Specimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB chickungunya adalah darah/serum untuk dilakukan pemeriksaan IgM antibodinya. Dengan diketahui adanya IgM antibody anak berarti diagnostic terjadi "recent infection" atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus chickungunya.
Penyakit chickungunya dapat dicegah dengan membasmi nyamuk Aedes. Sampai saat ini vaksin chickungunya belum ada. Yang dilakukan program untuk mencegah meluasnya penyakit chickungunya hanyalah kebersihan Iingkungan yaitu untuk memberantas nyamuk dan jentik nyamuk A. Aegypti.
Surveilans chickungunya adalah satunya cara untuk mendeteksi secara dini adanya sirkulasi virus chickungunya di masyarakat. Akan tetapi surveilans chickungunya belum ada programnya kecuali hanya investigasi KLB saja. Investigasi dilakukan apabila ada laporan terjadi KLB di suatu daerah tertentu, kemudain diambil specimen darah/serum untuk konfirmasi diagnosa laboratorium, apakah benar KLB disebabkan oleh virus chickungunya.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan test cepat, ELISA atau Haemaglutinasi Inhibisi (HI) test. Untuk test HI perlu darah acut dan darah convalesent (diambil 10-14 hr sesudah pengambilan darah I).
DEMAM BERDARAH DENGUE
Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena mempunyai morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) yang tinggi dan sering terjadinya wabah penyakit ini. Penyebabnya adalah virus Dengue, yaitu suatu Flavavirus, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agepty dan Aedes albopictus. Beberapa cara pemeriksaan laboratorium dipakai untuk menegakkan diagnosa demam berdarab dengue. Diagnosa pasti adalah dengan biakan virus tetapi memerlukan fasilitas yang mahal dan tehnik yang sulit. Juga sekarang ini mulai dipakai pemeriksaan PCR (Polymerise Chain Reaction), terutama untuk mengetahui subtipe dari virus DBD ini. Tetapi yang umum dipakai adalah dengan pemeriksaan antibodi Anti DBD IgM-IgG dan sekarang banyak dipakai dengan tehnik pemeriksaan !CT Rapid Test. Saat ini muncul pemeriksaan

untuk mendeteksi protein antigen dari virus ini yaitu antigen NS1 dengan tehnik pemeriksaan ICT rapid test. Sedangkan pemeriksaan laboratorium penunjang lainnya adalah pemeriksaan darah rutin, dimana dijumpai penurunan jumlah trombosit ( < 100.0001pL) dan juga leukosit (trombositopenia dan leukopenia), hematokrit meningkat (naik >20%), enzym transaminase hati meningkat SGOT dan SGPT), kadar albumin menurun, elektrolit sering terjadi gangguan keseimbangan.
DEMAM DENGUE
Demam Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang sama dengan virus Demam Berdarah Dengue dengan serotipe yang berbeda. Penyakit ini tidak menimbulkan gejala perdarahan dan gejala klinis lebih ringan daripada Demam Berdarah Dengue.
Penanganan spesimen dan pemeriksaan laboratorium sama dengan DBD.
DIARE AKUT
Diane adalah suatu gejala penyakit menular yang ditandai oleh buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan konsistensi tinja yang encer.
DIARE AKUT BERDARAH
Diare akut berdarah adalah diare lebih dari 3 kali dalam 24 jam disertai dengan darah dan lendir.
Gejala lain dapat berupa rasa tidak enak badan, sakit kepala, pusing serta kejang otot perut dapat menyebabkan kematian dan berpotensi wabah.
Diare berdarah dapat disebabkan oleh Shigella, Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC), Entamoeba histolytica.
Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah dan tidak berdarah tergantung dari perjalanan klinis penyakit dan ketahanan tubuh pasien.

DIARE AKUT TIDAK BERDARAH
Diare akut tak berdarah dapat disebabkan oleh Entero Toxin Escherichia coli (ETEC), enteropathogenic Escherechia coli (EPEC), Vibrio cholera, Rotavirus (paling sering pada anak-anak), Cryptosporidium dan Giardia lamblia.
KOLERA
Ko!era merupakan penyakit yang disebabkan oleh Vibrio cholera dan ditandai oleh diare akut (lebih dari 10 kali dalam 24 jam) dengan konsistensi tinja sangat cair seperti air cucian beras dan bau yang sangat khas. Penyakit ini paling sering menimbulkan KLB/ wabah di Indonesia.
DEMAM TIFOID
Demam Tifoid adalah satu infeksi/peradangan akut sistemik disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini termasuk juga demam paratifus yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi (A, B, atau C).
Gejala khas dari penyakit ini didahului ()Leh gastroentritisis akut dan diikuti demam, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak badan, rasa dingin, batuk dan mual.
Salmonella typhi merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob, oksidase negatif, motil (dengan flagela peritrichous), tidak meragi laktose, urease negatif, indol negatif, tidak berkapsul, dan tidak membentuk spora.
PERTUSIS (BATUK ROAN)
Pertusis merupakan penyakit menular infeksi saluran napas yang banyak menyerang anak-anak yang disebabkan oleh Bordetella pertusis mengakibatkan batuk yang hebat dan berkepanjangan sampai sesak napas dan dapat berakibat fatal.

Bordetella pertusis merupakan suatu bakteri berbentuk kokobasilus yang bersifat Gram-negatif.
Ada tiga jenis Bordetella yang patogen terhadap manusia yaitu Bordetella bronchiseptica, Bordetalla pertusis dan Bordetella parapertusis.
JAUNDIS AKUT
Keadaan jaundis (ikterik) akut adalah terjadinya peningkatan bilirubin yang meningkat dalam darah (>2mg/m1) dan jugs bisa dilihat dari peningkatan bilirubin urine.
Penyakit infeksi akut yang bisa menyebabkan terjadinya keadaan jaundis (ikterik) akut adalah Viral hepatitis A akut dan Leptospira. Kedua jenis penyakit infeksi ini dapat menyebabkan terjadinya wabah ataupun kejadian luar biasa. Penyakit Hepatitis A Viral Akut ditularkan melalui fecal-oral (saluran pencernaan) dengan higienis perseorangan yang kurang sedangkan penyakit infeksi Leptospira banyak terjadi berhubungan dengan musim hujan dan banjir, sehingga wabah penyakit ini harus diwaspadai dengan datangnya musim tersebut.
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa penyakit tersebut diatas adalah pemeriksaan darah rutin,bilirubin total dan direk, enzyme transaminase hati (SGOT dan SGPT) dan fungsi ginjal untuk pemeriksaan penunjang, sedangkan pemeriksaan serologi untuk Hepatitis A viral akut adalah Anti HAV-lgM yang diperiksa dengan metode ImmunoComb Anti HAV-!gM ataupun dengan metode ELISA IgM-Anti HAV. Untuk pemeriksaan skrining serologis Leptospira yang sering dilakukan adalah dengan Leptotek Lateral flow Anti Leptospira IgM-IgG dan untuk konfirmasi digunakan metode MAT (Microscopic Agglutination Test) . Hingga saat ini laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan ini hanya Balitvet Bogor dan Semarang.
TERSANGKA FLU BURUNG PADA MANUSIA
Flu burung atau Avian Influenza adalah penyakit menular pada hewan yang disebabkan oleh virus yang biasanya hanya menginfeksi unggas dan terkadang babi.Penyebabnya adalah virus influenza tipe A dan dapat

dibedakan menjadi banyak subtipe, berdasakan petanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus Influenza A yaitu protein haemaglutinin dilambangkan dengan H dan protein neuroaminidase dilambangkan dengan N. Ada 15 macam protein H, dari H1 — H15, sedangkan N terdiri dari 9 macam, dari N1 — N9. Kombinasi kedua protein ini bisa menghasilkan banyak sekali varian subtipe dart influenza tipe A. Virus avian Influenza (Al) adalah virus Influenza A subtipe H5N1 yang digolongkan dalam Highly Pathogenic avian Influenza (HPAI).
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis penyakit Avian influenza dapat dilakukan dengan biakan virus tetapi harus dilakukan di laboratorium dengan fasilitas Biosafety Cabinet Class III. Pemeriksaan lain yang defenitif adalah pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan lain berupa imunofluoresen menggunakan H5N1 antibodi monoklonal, uji serologi ELISA dan IFAT untuk mendeteksi antibodi spesifik. Dari pemeriksaan yang disebutkan ini hanya pemeriksaan PCR yang sudah bisa dilakukan oleh laboratorium rujukan sub regional dan Laboratorium rujukan regional flu Burung. Untuk konfirmasi basil spesimen dirujuk ke laboratorium Puslitbang Biomedis & Farmasi Depkes di Jakarta ..
Pemeriksaan laboratorium penunjang adalah pemeriksaan darah rutin, dimana dijumpai leukopenia dengan limpopenia dan kadang-kadang trombositopenia. Fungsi hati SGOT SGPT meningkat diatas batas normal, demikian juga dengan nilai pemeriksaan CPK. Bahan pemeriksaan yang diambil untuk pemeriksaan PCR adalah apus hidung dan tenggorok , menggunakan kapas lidi steril dengan tangkai dacron dan segera dimasukkan ke media transport : Hank's media.
ANTRAKS
Penyakit antraks merupakan penyakit yang endemis di daerah peternakan dan pertanian. Di Indonesia penyakit antraks ditemukan sejak tahun 1832 dan setiap tahun kasusnya bervariasi antara 20-55 kasus, dimana yang banyak dijumpai adalah antraks kulit dan saluran pencernaan.
Penularan antraks pada manusia terjadi apabila endospora antraks yang bisa
hidup sampai puluhan tahun masuk kedalam tubuh manusia melalui tiga cara

yaitu pertama bersentuhan dari hewan yang terinfeksi atau produk hewan tersebut seperti kulit dan bulu, kedua melalui pernafasn (inhalasi) dan ketiga dengan memakan hewan yang terinfeksi antraks.
Etiologinya adalah Bacillus anthracis, bakteri besar Gram positif, bersifat aerob,berkapsul, non motile, mempunyai kemampuan untuk membentuk spora dan toksin, berukuran 1 — 1,5 pm hingga 3 — 10 pm, non hemolitik pada agar darah domba, tumbuh pada suhu 37°C dengan gambaran seluler joint bamboo-rod dan membentuk gambaran koloni curled hair yang unik.
Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis penyakit antraks dilakukan :
1. Secara morfologis dengan pewarnaan Gram (melalui pemeriksaan mikroskopis preparat ulas).
2. Secara kultur-isolasi bakteriologik dan identifikasi agen penyebab.
3. Secara serodiagnostik (melalui uji Ascoli).
4. Dengan cara mengukur antibodi yang ada dalam serum penderita, yaitu dengan tehnik ELISA.
5. Dengan mengukur tingkat keganasan isolate (melalui uji patogenitas/biologik).
Semua pemeriksaan diatas harus dilakukan di laboratorium dengan fasilitas minimum BSL II.

BAB VI
MANAGEMENT LABORATORIUM
Jaminan Mutu dan keamanan Laboratorium
Ahli mikrobiologi harus memastikan bahwa laboratoriumnya memberikan pelayanan bermutu tinggi terhadap pasien, melalui pengalaman, ketepatan dan pelaporan yang cepat. Sua tu laboratorium harus mempunyai program jaminan mutu yang dirancang untuk memonitor dan mengevaluasi mutu dan hasil pemeriksaan yang memadai.
Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan metode standar dalam pengambilan, pengiriman, dan pengolahan bahan pemeriksaan . Reagan yang baik (tidak kadaluarsa) dan peralatan yang berfungsi dengan baik sangat perlu untuk diperhatikan.
Pengendalian Mutu
Pengendalian Mutu merupakan pemantauan aktivitas laboratorium, merupakan suatu proses mulai dari pre analitik, dengan menilai kesegaran, mutu dan kecukupan dari spesimen-spesimen melalui informasi tentang pengambilan, pengiriman dan metoda analisis sampai pada post analitik memberikan hasil pemeriksaan bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan.

Indikator penampilan
1.Laboratorium harus mampu untuk menseleksi bahan pemeriksaan serta mengidentifikasi spesimen yang tepat.
2. Penggunaan tanda terima dari laboratorium untuk meminta hasil analisis.
3. Pengembangan SOP.
4. Tata ruang, lingkungan dan jumlah pegawai Laboratorium yang memadai.
5. Pelatihan dan upgrading berkelanjutan bagi ketrampilan-ketrampilan karyawan.
6. Pengawasan pekerjaan sehari-hari, evaluasi pegawai secara berkala, validasi pemeriksaan laboratorium
7. Kemampuan laboratorium dalam memonitor dan mengevaluasi penampilan secara keseluruhan dengan cara memberikan bahan pemeriksaan yang sama kepada analis sebagai bahan pemeriksaan kedua atau dikirim ke laboratorium lain.
8. Pembuangan bahan pemeriksaan yang tepat.
9. Penggunaan prosedur-prosedur yang aman di dalam laboratorium dan pengembangan rencana-penanganan terhadap percikan, kebakaran dan kasus kasus darurat Iainnya.
10. Pengendalian mutu internal dan eksternal laboratorium.
1) Pengendalian mutu internal termasuk pemantauan mutu media, reagen, kalibrasi peralatan dan mutu hasil pemeriksaan .
Dokumentasi pengendalian mutu sama pentingnya dengan kinerja laboratorium
2) Aktivitas pengendalian mutu eksternal termasuk pemeriksaan berkala oleh Badan yang bertanggung jawab untuk akreditasi laboratorium dan proficiency tesing.t
11.Tanggung jawab untuk monitoring efektivitas pelayanan laboratorium termasuk pemeriksaan nosokomial infeksi dan sterilisasi ruang dan peralatan operasi , bank darah serta pelayanan dialisis
39

Data management :

Data management termasuk Sistem pencatatan , sistem pelaporan, penyimpanan dokumen pencatatan dan pelaporan maupun spesimen pemeriksaan, serta prosedur-prosedur yang digunakan dan hasil pemeriksaan adalah sangat penting.
Dokumen harus mencakup seluruh aktifitas laboratorium , sistem pencatatan dan pelaporan serta sistem arsiparis.
Dokumen pencatatan prosedur pemeriksaan , uji mutu serta kalibrasi peralatan harus dievaluasi setiap tahun dan diperbaharui, walaupun tidak terdapat perubahan. Sistim Informasi kearsipan dan penyimpanan serta pemusnahan spesimen serta bahan lainnya perlu terus dikembangkan.





















Lampiran
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium penyakit-penyakit berpotensi wabah di Indonesia

ALGORITHM-Malaria





















ALGORITHM-Thypoid
























ALGORITMA SPESIMEN DIARE AKUT
























DIARE DARAH
























ALGORITMA SPESIMEN TERSANGKA DIFTERI
























ALGORITMA SPESIMEN PNEUMONIA
























ALGORITMA SPESIMEN PERTUSS















ALGORITMA SPESIMEN AFP























ALGARITMA SPESIMEN ANTRAX




































ALGORITMA SPESIMEN JAUNDIS AKUT


























ALGORITMA SPESIMEN KOLERA





















ALGORITMA SPESIMEN CHIKUNGUNYA
























DEMAM YANG TIAK DIKETAHUI SEBABNYA
FEVER UNDETERMINE ETIOLOGY



























ALGORITMA SPESIMEN TERSANGKA FLU BURUNG





















ALGORITMA SPESIMEN TERSANGKA DBD