BABI
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia yang berkisar dari infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis ("radang kerongkongan") dan infeksi kulit setempat ("impetigo"). Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perbiakan dan penyebaran samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit. Serangan dan perbiakan Streptococcus pyogenes di fasia dapat menimbulkan fasitis nekrosis, keadaan yang besar kemungkinan mengancam hidup yang memerlukan penanganan bedah.
Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan pelepasan toksin bakteri. Infeksi kerongkongan yang dihubungkan dengan pelepasan toksin tertentu bisa menimbulkan penyakit jengkering (scarlet fever). Infeksi toksigen Streptococcus pyogenes lainnya bisa menimbulkan sindrom syok toksik streptococcus, yang bisa mengancam hidup.
Streptococcus pyogenes juga bisa menyebabkan penyakit dalam bentuk sindrom "non-pyogenik" (tak dihubungkan dengan perbiakan bakteri dan pembentukan nanah setempat) pascainfeksi. Komplikasi yang diperantarai autoimun itu mengikuti sejumlah kecil persentase infensi dan termasuk penyakit rematik dan glomerulonefritis pasca-streptococcus akut. Kedua keadaan itu muncul beberapa minggu menyusul infeksi awal streptococcus. Penyakit rematik dicirikan dengan peradangan sendi dan/atau jantung menyusul sejumlah faringitis streptococcus. Glomerulonefritis akut, peradangan glomerulus ginjal, bisa mengikuti faringitis streptococcus atau infeksi kulit.
Bakteri ini benar-benar sensitif terhadap penisilin. Kegagalan penanganan dengan penisilin umumnya dikaitkan dengan organisme komensal lain yang memproduksi β-laktamase atau kegagalan mencapai tingkat jaringan yang cukup di tenggorokan. Strain tertentu sudah kebal akan makrolid, tetrasiklin dan klindamisin.
Dalam dunia mikrobiologi, kita mengenal bakteri dengan berbagai macam variasi genus dan spesies. Salah satu genus bakteri yang menjadi fokus perhatian adalah bakteri Staphylococcus. Pada sistem klasifikasi binomial (tata nama dengan dua susunan kata), genus ini diklasifikasikan sebagai berikut.
Bakteri Staphylococcus merupakan bakteri gram positif. Bakteri Staphylococcus memiliki bentuk sel bulat seperti bola. Umumnya, sel-sel bakteri Staphylococcus tampak di bawah mikroskop dengan berkelompok membentuk koloni mirip susunan buah anggur. Sebagian besar bakteri Staphylococcus berada di permukaan kulit dan hidung manusia. Bila permukaan dua organ tersebut ditumbuhkan di dalam sebuah kultur, mayoritas bakteri yang memenuhi adalah genus Staphylococcus. Pertumbuhan koloni inilah yang menjadikan seorang biolog bernama Rosenbach, 1884, mengelompokkan bakteri ini ke dalam dua nama yang berbeda sesuai penampakannya media pertumbuhan bakteri.
Dua kelompok tersebut adalah kelompok Staphylococcus aureus yang berwarna kuning dan kelompok Staphylococcus albus atau non-Staphylococcus aureus yang koloninya berwarna putih. Dalam Bergey’s Manual, sumber referensi penggolongan bakteri, dari 19 spesies Staphylococcus yang ditemukan, hanya dua spesies yang interaksinya sangat signifikan dengan manusia.
Spesies itu adalah Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Saat ini, Staphylococcus albus dikenal dengan nama Staphylococcus epiderdimis. Staphylococcus aureus dapat ditemukan di daerah sekitar hidung manusia, sedangkan Staphylococcus epiderdimis sebagian besar berada di permukaan kulit manusia.
Pada sistem klasifikasi sebelumnya, Staphylococcus berada dalam familia Micrococcaceae. Karena setelah diselidiki Staphylococcus tidak mempunyai hubungan genetis dengan Micrococcus, saat ini, Staphylococcus memiliki familia sendiri, yaitu Staphylococcaceae. Staphylococcus adalah bakteri anaerob fakultatif atau membutuhkan sangat sedikit oksigen untuk bisa bertahan hidup.
Oleh karena itu, sebagian besar kelompok Staphylococcus mampu melakukan fermentasi asam laktat. Bakteri Staphylococcus juga merupakan bakteri dengan metabolisme katalase positif, sedangkan negatif untuk metabolisme oksidase. Genus Staphylococcus mampu tumbuh dan berkembang pada kisaran temperatur antara 15 hingga 45 derajat celcius. Toleransi salinitas atau kadar garam yang dimiliki oleh bakteri ini adalah sekitar 15 persen.
Mengenal Dua Spesies Staphylococcus
Staphylococcus aureus bersifat haemolitik ketika ditanam dalam darah. Sementara Staphylococcus epidermidis, nonhaemolitik. Oleh sebab itu, strain Staphylococcus aureus umumnya lebih pathogen dibanding Staphylococcus epiderdimis. Hampir semua strain Staphylococcus aureus mampu menghasilkan enzim koagulase atau enzim penggumpal.
Bakteri yang mampu menghasilkan koagulase, seperti Staphylococcus aureus, dianggap berpotensi besar sebagai patogen yang mampu menginvasi sel lain. Pada osteomielitis, Staphylococcus memang menjadi penyebab utama penyakit tersebut. Staphylococcus aureus tumbuh pada pembuluh-pembuluh darah dalam tulang sehingga terjadi nekrosis pada tulang dan kerapuhan luar biasa serta mengeluarkan nanah yang tak bisa berhenti hanya dalam hitungan bulan.
Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan keracunan pada kulit, seperti jerawat, bisul, dan keluarnya nanah pada bagian kulit mana pun. Mengapa demikian? Perlu diketahui bahwa racun atau toksin Leukosidin yang dikeluarkan oleh Staphylococcus aureus dapat mematikan sel darah putih manusia. Sebaliknya, Staphylococcus edpiderdimis merupakan flora normal kulit. Hanya berbahaya jika kulit terkena infeksi sehingga pertumbuhan Staphylococcus epiderdimis tak terkendali.
Pencegahan Penyakit Akibat Staphylococcus Aureus
40% hingga 50% manusia membawa Staphylococcus dalam tubuhnya sehingga potensi untuk menjadi patogen dalam tubuh manusia sangat besar. Apalagi, jika Anda menyiapkan makanan dengan tangan. Anda juga harus berhati-hati. Enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus tidak bisa mati dalam suhu di bawah 70 derajat celcius. Jadi, pastikan makanan Anda matang sempurna.
Penyakit akibat toksin Staphylococcus aureus dapat dicegah dengan selalu menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, tidak menggunakan barang-barang yang berpotensi terkena infeksi kulit secara bersama-sama, seperti handuk, sikat gigi, dan pakaian.
1.2 Maksud dan tujuan
Makasud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui streptococcus dan staphylococcus dalam specimen sampel dan cirri cirri dari pertumbuhan di media dan pertumbuhan pada reaksi biokimia
Tujuannya dari praktikum ini dalah untuk mengidentifikasi bakteri staphylococcus dan streptococcus dalam specimen suap tenggorokan
1.1 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang definisi, Klasifikasi ilmiah, Morfologi, Fisiologi dan antigen pada staphylococcus sp dan streptococcus sp
2. Mengetahui jenis penyakit yang disebabkan oleh staphylococcus sp dan streptococcus sp
3. Mengetahui tentang cara penularan, cara pengobatan dan pencegahan staphylococcus dan streptococcus
4. Menjelaskan tentang epidemiolgi dan penyebaran staphylococcusn sp dan streptococcus sp
5. Menjelaskan bahaya yang ditimbulkan oleh staphylococcus sp dan streptococcus sp dan pengaruhnya terhadap tubuh manusia dan hewan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Penyakit yang sering ditimbulkan oleh staphylococcus sp dan streptococcus sp
Mengidentifikasi berapa besar dampak patogenitasnya pada manusia
Mengidentifikasi perbedaan bakteri staphylococcus sp dan streptococcus sp dengan cara penanaman pada meidia dan uji biokimia
1.2.2 Tujuan khusus
Identifikasi staphylococcus sp dan streptococcus sp yang di lakukan untuk meng etahui tingkat patogenisnya sehi Ngga dapat menimbulkan berbagai ejala penyaki juga peranya dalam membantu membentuk berbagai jenis pitamin sebagai system pertahanan tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum staphylococcus sp dan streptococcus sp
2.1.1 Definisi staphylococcus sp dan streptococcus sp
2.1.2 Klasifikasi ilmiah staphylococcus sp dan streptococcus sp
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Eubacteria.
Filum: Firmicutes.
Kelas: Bacilli.
Ordo: Bacillales.
Familia: Staphylococcaceae.
Genus: Staphylococcus.
Klasifikasi ilmiah streptococcus sp
Kerajaan : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Famili : Streptococcus
Genus : streptococcus
http://www. emedicine.com/emerg/topic 128.html,
2.1.3 Morfologi staphlococcu
archive.microbelibrary.org
Bentuk: bulat, ukuran 1 mikron, tidak membentuk spora, dan tidak mempunyai flagela. Letak sel satu sama lain yang karakteristik bergerombol seperti buah anggur. Sifat karakteristik ini dipakai sebagai pemberian nama Staphylococcus. Tetapi kadang-kadang ada yang letaknya tersebar atau terpencar. Pengelompokan ini akan terlihat baik pda pengamatan penanaman dalam media padat. Pasangan atau rantai pendek lebih sering terlihat dalam smear nanah dan kultur dalam kaldu. Sifat pewarnaan: pada kultur muda bersifat Gram (+), sedang pada kultur tua bersifat Gram (-). Koloni micrococci tumbuh cepat pada media agar pada suhu normal (370), dan biasanya bergaris tengah 1-2 mm setelah inkubasi 24 jam. Koloni tadi halus, basah, menonjol dengan tepi bulat dan berwarna, yaitu pada varietas albus berwarna putih, varietas citreus berwarna kuning jernih dan varietas aureus berwarna kuning emas.
morfologi Sreptococcus
baobab-4.blogspot.com
2.1.4. fisiologi stphylococcus
Micrococci tumbuh paling baik pada suhu 220 – 370. Umumnya dapat tumbuh dalam lingkungan aerob maupun anaerob. Produksi warna terlihat baik pada situasi aerob dan terlihat paling baik pada kultur yang tumbuh pada suhu rendah. Produksi toksin pada semua strain terlihat pada penanaman dalam media sederhana yang berisi asam-asam amino, garam glukosa dan faktor pertumbuhan yaitu thiamin dan asam nicotinat. Dalam garis besarnya strain aureus lebih aktif metabolismenya dari pada strain albus. Dalam media kaldu yang berisi dekstrosa, sukrosa, maltosa, dan manitol akan terjadi pemecahan karbohidrat menjadi asam tanpa gas.
Fisiologi streptococcus
Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang[1] dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A. Streptococcus pyogenes menampakkan antigen grup A di dinding selnya dan beta-hemolisis saat dikultur di plat agar darah. Streptococcus pyogenes khas memproduksi zona beta-hemolisis yang besar, gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin, sehingga kemudian disebut Streptococcus Grup A (beta-hemolisis). Streptococcus bersifat katalase-negatif.
2.1.5 Struktur Antigen staphylococcus sp
3 Kuman Stafilokokus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigenik. Bahan-bahan ekstraseluler yang dibuat oleh kuman ini kebanyakan juga bersifat antigenik (Arif et al, 2000).
4 Polisakarida yang ditemukan pada jenis virulen disebut polisakarida A, dan yang ditemukan pada jenis yang tidak patogen disebut polisakarida B. Polisakarida A merupakan komponen dinding sel yang dapat dipindahkan dengan memakai asam kompleks peptidoglikan asam teikhoat dan dapat menghambat fagositose. Bakteriofage terutama menyerang bagian ini (Arif et al, 2000).
5 Antigen protein A terletak di luar antigen polisakarida, kedua-duanya
6 bersama-sama membentuk dinding sel kuman (Arif et al, 2000).
1. Struktur antigen streptococcus
Streptococcus pyogenes mempunyai beberapa faktor virulensi yang memungkinkannya berikatan dengan jaringan inang, mengelakkan respon imun, dan menyebar dengan melakukan penetrasi ke lapisan jaringan inang.[5] Kapsul karbohidrat yang tersusun atas asam hialuronat mengelilingi bakteri, melindunginya dari fagositosis oleh neutrofil. Di samping itu, kapsul dan beberapa faktor yang melekat di dinding sel, termasuk protein M, asam lipoteikoat, dan protein F (SfbI) memfasilitasi perkatan ke sejumlah sel inang.[6] Protein M juga menghambat opsonisasi oleh jalur kompemen alternatif dengan berikatan pada regulator komplemen inang. Protein M yang ditemukan di beberapa serotipe juga bisa mencegah opsonisasi dengan berikatan pada fibrinogen. Namun, protein M juga titik terlemah dalam pertahanan patogen ini karena antibodi yang diproduksi oleh sistem imun terhadap protein M sasarannya adalah bakteri untuk ditelan fagosit. Protein M juga unik bagi tiap strain, dan identifikasi bisa digunakan secara klinik untuk menegaskan strain yang menyebabkan infeksi.
Streptococcus pyogenes melepaskan sejumlah protein, termasuk beberapa faktor virulensi, kepada inangnya:
a. Streptolisin O dan S
adalah toksin yang merupakan dasar sifat beta-hemolisis organisme ini. Streptolisin O ialah racun sel yang berpotensi mempengaruhi banyak tipe sel termasuk neutrofil, platelet, dan organella subsel. Menyebabkan respon imun dan penemuan antibodinya; antistreptolisin O (ASO) bisa digunakan secara klinis untuk menegaskan infeksi yang baru saja. Streptolisin O bersifat meracuni jantung (kardiotoksik).
b. Eksotoksin Streptococcus pyogenes A dan C
Keduanya adalah superantigen yang disekresi oleh sejumlah strain Streptococcus pyogenes. Eksotoksin pyogenes itu bertanggung jawab untuk ruam penyakit jengkering dan sejumlah gejala sindrom syok toksik streptococcus.
c. Streptokinase
Secara enzimatis mengaktifkan plasminogen, enzim proteolitik, menjadi plasmin yang akhirnya mencerna fibrin dan protein lain.
d. Hialuronidase Banyak dianggap memfasilitasi penyebaran bakteri melalui jaringan dengan memecah asam hialuronat, komponen penting jaringan konektif. Namun, sedikit isolasi Streptococcus pyogenes yang bisa mensekresi hialuronidase aktif akibat mutasi pada gen yang mengkodekan enzim. Apalagi, isolasi yang sedikit yang bisa mensekresi hialuronidase tak nampak memerlukannya untuk menyebar melalui jaringan atau menyebabkan lesi kulit.[7] Sehingga, jika ada, peran hialuronidase yang sesungguhnya dalam patogenesis tetap tak diketahui.
e. Streptodornase Kebanyakan strain Streptococcus pyogenes mensekresikan lebih dari 4 DNase yang berbeda, yang kadang-kadang disebut streptodornase. DNase melindungi bakteri dari terjaring di perangkap ekstraseluler neutrofil (NET) dengan mencerna jala NET di DNA, yang diikat pula serin protease neutrofil yang bisa membunuh bakteri.[8]
f. C5a peptidase C5a peptidase membelah kemotaksin neutrofil kuat yang disebut C5a, yang diproduksi oleh sistem komplemen.[9] C5a peptidase diperlukan untuk meminimalisasi aliran neutrofil di awal infeksi karena bakteri berusaha mengkolonisasi jaringan inang.[10]
g. Kemokin protease streptococcus Jaringan pasien yang terkena dengan kasus fasitis nekrosis parah sama sekali tidak ada neutrofil.[11] Serin protease ScpC, yang dilepas oleh Streptococcus pyogenes, bertanggung jawab mencegah migrasi neutrofil ke infeksi yang meluas.[12] ScpC mendegradasi kemokina IL-8, yang sebaliknya menarik neutrofil ke tempat infeksi. C5a peptidase, meskipun diperlukan untuk mendegradasi kemotaksin neutrofil C5a di tahap awal infeksi, tak diperlukan untuk Streptococcus pyogenes mencegah aliran neutrofil karena bakteri menyebar melalui fasia.
2.1.6 penyakit yang disebabkan oleh streptococcus sp dan staphylococcus sp
a. Infeksi-infeksi Staph dari kulit dapat berlanjut ke impetigo (pengerasan dari kulit) atau cellulitis (peradanagn dari jaringan penghubung dibawah kulit, menjurus pada pembengkakan dan kemerahan dari area itu). Pada kasus-kasus yang jarang, komplikasi yang serius yang dikenal sebagai scalded skin syndrome (lihat dibawah) dapat berkembang. Pada wanita-wanita yang menyusui, Staph dapat berakibat pada mastitis (peradangan payudara) atau bisul bernanah dari payudara. Bisul-bisul bernanah Staphylococcal dapat melepaskan bakteri-bakteri kedalam susu ibu.
b. Ketika bakteri-bakteri memasuki aliran darah dan menyebar ke ogan-organ lain, sejumlah infeksi-infeksi serius dapat terjadi. Staphylococcal pneumonia sebagian besar mempengaruhi orang-orang dengan penyakit paru yang mendasarinya dan dapat menjurus pada pembentukan bisul bernanah didalam paru-paru. Infeksi dari klep-klep jantung (endocarditis) dapat menjurus pada gagal jantung. Penyebaran dari Staphylococci ke tulang-tulang dapat berakibat pada peradangan yang berat/parah dari tulang-tulang dikenal sebagai osteomyelitis. Staphylococcal sepsis (infeksi yang menyebar luas dari aliran darah) adalah penyebab utama dari shock (goncangan) dan keruntuhan peredaran, menjurus pada kematian, pada orang-orang dengan luka-luka bakar yang parah pada area-area yang besar dari tubuh.
c. Keracunan makanan Staphylococcal adalah penyakit dari usus-usus yang menyebabkan mual, muntah, diare, dan dehidrasi. Ia disebabkan oleh memakan makanan-makanan yang dicemari dengan racun-racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala-gejala biasanya berkembang dalam waktu satu sampai enam jam setelah memakan makanan yang tercemar. Penyakit biasanya berlangsung untuk satu sampai tiga hari dan menghilang dengan sendirinya. Pasien-pasien dengan penyakit ini adalah tidak menular, karena racun-racun tidak ditularkan dari satu orang kelainnya.
d. Toxic shock syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh racun-racun yang dikeluarkan bakteri-bakteri Staph aureus yang tumbuh dibawah kondisi-kondisi dimana ada sedikit atau tidak ada oksigen. Toxic shock syndrome dikarakteristikan oleh penimbulan tiba-tiba dari demam yang tinggi, muntah, diare, dan nyeri-nyeri otot, diikuti okeh tekanan darah rendah (hipotensi), yang dapat menjurus pada guncangan (shock) dan kematian. Mungkin ada ruam kulit yang menirukan terbakar sinar matahari, dengan terkupasnya kulit. Toxic shock syndrome pertamakali digambarkan dan masih terjadi terutama pada wanita-wanita yang bermenstruasi yang menggunakan tampons.
2.1.7 Sumber Penularan
Ponsel
Karena sering dipegang dan disimpan di tempat yang hangat seperti tas atau saku celana, ponsel menjadi tempat pertumbuhan yang baik bagi Staphylococcus aureus. Bakteri yang secara normal terdapat di kulit manusia ini bisa menyebabkan bisul dan jerawat, atau bahkan pneumonia dan meningitis jika pertumbuhannya berlebihan.
Joanna Verran, profesor mikrobiologi dari Manchester Metropolitan University menyarankan untuk rajin membersihkan ponsel dengan antiseptik. Selain itu, biasakan untuk menyimpannya di tempat yang kering dan sejuk.
Make-up Tester
Penelitian di Jefferson Medical College menunjukkan, 100 persen sampel kosmetik di Pennsylvania ditumbuhi E. coli yang bisa menyebabkan kram perut serta diare. Beberapa di antaranya juga mengandung bakteri staphylococcus and streptococcus, bahkan HPV penyebab herpes.
Mesin ATM
Karena diakses oleh banyak orang, kebersihan mesin ATM sebenarnya tidak lebih baik daripada toilet. Di tempat tersebut, bakteri clostridium difficile yang menyebabkan infeksi di usus bisa bertahan selama berbulan-bulan. Demikian juga dengan candida albican, mikroorganisme penyebab sariawan.
Sebuah penelitian di Skotlandia mengungkap, bakteri staphylococcus yang memicu berbagai infeksi kulit juga banyak ditemukan di mesin ATM. Jenis bakteri lain yang juga ditemukan adalah bacillus, penyebab keracunan ketika mencemari makanan.
Agar tidak tertular, tidak ada cara lain kecuali membersihkan tangan setelah bersentuhan dengan mesin ATM. Jangan memegang muka, mata, hidung dan mulut sebelum mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
(up/ir)
Untuk mencegah penularan, para wanita disarankan untuk memastikan kebersihan sampel pada manajer pusat kecantikan yang menawarkannya. Pastikan setiap calon pelanggan dibersihkan dengan tisu yang mengandung alkohol.
2.1.8 Patogenesis
A. Staphylococcus
Staphylococcus merupakan penyebab terjadinya infeksi yang bersifat poogenik. Untuk pembuatan kultur dapat diambil bahan dari pernanahan kecil, bisul kecil, bisul besar, dan abces diberbagai bagian tubuh. Bakteri ini dapat masuk ke dalam kulit melalui folikel-folikel rambut, muara kelenjar keringat dan luka-luka kecil. Kemampuan yang menyebabkan penyakit dari staphylococcus adalah gabungan dari efek yang ditimbulkan oleh produk-produk ekstraseluler, daya infasi kuman dan kemampuan untuk berkembang biak.
a. Staphylococcus patogen mempunyai sifat sebagai berikut:
1.Dapat menghemolisa eritrosit
2.Menghasilkan koagulasi’dapat membentuk pigmen (kuning keemasan)
3.Dapat memecah manitol menjadi asam
b. Diantara staphylococcus yang mempunyai kemampuan besar untuk menimbulkan penyakit ialah Staphylococcus aureus.
1.Staphylococcus nonpatogen bersifat:
2.Non hemolitik
3.Tidak menghasilkan koagulasi
4.Koloni berwarna putih
5.Tidak memecah manitol
Infeksi yang ditimbulkan oleh Staphylococcus dapat meluas ke jaringan sekitarnya, perluasannya dapat melalui darah atau limfe, sehingga pernanahan disitu bersifat menahun, misalnya sampai pada sumsum sehingga terjadi radang sumsum tulang (osteomyelitis).
Perluasan ini dapat sampai ke paru-paru, selaput otak dan sebagainya.
B. Streptococcus
Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia yang berkisar dari infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis ("radang kerongkongan") dan infeksi kulit setempat ("impetigo"). Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perbiakan dan penyebaran samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit. Serangan dan perbiakan Streptococcus pyogenes di fasia dapat menimbulkan fasitis nekrosis, keadaan yang besar kemungkinan mengancam hidup yang memerlukan penanganan bedah.
Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan pelepasan toksin bakteri. Infeksi kerongkongan yang dihubungkan dengan pelepasan toksin tertentu bisa menimbulkan penyakit jengkering (scarlet fever). Infeksi toksigen Streptococcus pyogenes lainnya bisa menimbulkan sindrom syok toksik streptococcus, yang bisa mengancam hidup.
Streptococcus pyogenes juga bisa menyebabkan penyakit dalam bentuk sindrom "non-pyogenik" (tak dihubungkan dengan perbiakan bakteri dan pembentukan nanah setempat) pascainfeksi. Komplikasi yang diperantarai autoimun itu mengikuti sejumlah kecil persentase infensi dan termasuk penyakit rematik dan glomerulonefritis pasca-streptococcus akut. Kedua keadaan itu muncul beberapa minggu menyusul infeksi awal streptococcus. Penyakit rematik dicirikan dengan peradangan sendi dan/atau jantung menyusul sejumlah faringitis streptococcus. Glomerulonefritis akut, peradangan glomerulus ginjal, bisa mengikuti faringitis streptococcus atau infeksi kulit.
Bakteri ini benar-benar sensitif terhadap penisilin. Kegagalan penanganan dengan penisilin umumnya dikaitkan dengan organisme komensal lain yang memproduksi β-laktamase atau kegagalan mencapai tingkat jaringan yang cukup di tenggorokan. Strain tertentu sudah kebal akan makrolid, tetrasiklin dan klindamisin.
2.1.9 Epidemiologi
epidemiologi dari Staphylococcus aureus yang meliputi sumber penularan, alur penularan dan faktor resiko menghasilkan sistem pengendalian mastitis yang baik dengan agen penyakit Staphylococcus aureus di beberapa peternakan. Hal panting dari pengendalian Staphylococcus aureus adalah menyadari bahwa bakteri ini ditularkan dari sapi ke sapi selama proses pemerahan. Langkah higienis selama waktu pemerahan menurunkan perpindahan bakteri dari sapi ke sapi yang berdampak penurunan intramammary infection (IMi) yang baru. Tetapi hanya dengan sistem higienis pemerahan saja tidak cukup balk untuk pengendalian penyakit ini. Dengan tambahan pengobatan pada waktu kering dan khususnya pengafkiran bagi yang terinfeksi kronis diperlukan untuk menurunkan IMI oleh Staphylococcus aureus.
Pengetahuan yang detail tentang bakteri Staphylococcus aureus akan memberikan gambaran bahwa pemberantasan pada saat ini masih belum memungkinkan, khususnya adanya Staphylococcus aureus yang memproduksi beberapa faktor virulensi. Jadi investigasi dalam tingkat biologi molekuler harus dilakukan untuk pemecahan masalah mastitis.
2.1.10 Diagnosa Laboratorium
Bahan Pemeriksaan :
Bahan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dengan carasw abbing, atau langsung
dari darah, pus, sputum, atau liquor serebrospinalis (Arif et al, 2000).
B. Pemeriksaan Langsung :
Biasanya kuman dapat terlihat jelas, terutama jika bahan pemeriksaan berasal dari pus sputum. Dari sediaan langsung kita tidak dapat membedakan apakah yang kita lihat tersebut Staphylococcus aureus atau Staphylococcus apidermidis. Pada sediaan langsung dari nanah, kuman terlihat tersusun tersendiri, berpasangan, bergerombol dan bahkan dapat tersusun seperti rantai pendek (Arif et al, 2000).
C. Perbenihan :
Bahan yang ditanam pada lempeng agar darah akan menghasilkan koloni yang khas setelah pengeraman selama 18 jam pada suhu 37°C, tetapi hemolisis dan pembentukan pigmen baru terlihat setelah beberapa hari dibiarkan pada suhu kamar. Jika bahan pemeriksaan mengandung bermacam– macam kuman, dapat dipakai suatu perbernihan yang mengandung NaCl 10%. Pada umumnya Stafilokokus yang berasal dari manusia tidak patogen terhadap hewan. Pada suatu
perbenihan yang mengandung telurit, Stafilokokus koagulasi positif membentuk
koloni yang berwarna hitam karena dapat mereduksi telurit (Arif et al, 2000).
D. Tes Koagulasi :
Ada 2 cara tes koagulasi yaitu cara slide test dan cara tube test. Pada slide test yang dicari ialah bound coagulase atau clumping factor. Cara ini tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin, karena banyak factor yang dapat mempengaruhinya, antara lain diperlukan plasma manusia yang masih segar. Pemakaiannya terutama untuk pemeriksaan Stafilokokus dalam jumlah yang besar, misalnya untuk
screening test. Pada tube test yang dicari ialah adanya koagulasi bebas dan cukup
dipergunakan plasma kelinci. Hasilnya positif kuat jika tabung tes dibalik, gumpalan plasma tidak terlepas dan tetap melekat pada dinding tabung (Arif et al, 2000).
E. Penentuan Tipe Bakteriofaga (lisotopi) :
Cara ini penting untuk menetukan tipe Stafilokokus yang diasingkan dari lingkungan rumah sakit. Perlu diketahui bahwa 70-80% flora Stafilokokus di rumah sakit tahan terhadap penisilin. Selain itu, dengan lisotopi dapat pula ditentukan apakah suatu jenis berasal dari hewan atau dari manusia (Arif et al, 2000).
F. Tes Kepekaan :
Tes pengenceran mikro kaldu atau tes kepekaan lempeng difusi sebaiknya dilakukan secara rutin pada isolat stafilokokus dari infeksi yang bermakna secara klinik. Resistensi terhadap penisilin G dapat diperkirakan melalui tes positif untuk β-laktamase; kurang lebih 90% S aureus menghasilkan β-laktamase. Resistensi terhadap nafsilin (dan oksasilin san metisilin) terjadi pada 10-20% S aureus dan kurang lebih 75% isolat S epidermidis. Resisitensi nafsilin berkolerasi dengan adanyamecA, suatu gen yang menyandi protein terikat penisilin yang tidak dipengaruhi obat ini. Gen dapat dideteksi dengan menggunakan reaksi rantai polimerase, tetapi hal ini tidak berguna karena stafilokokus yang tumbuh pada agar Mueller-Hinton mengandung 4% NaCl dan 6µg/mL oksasilin yang secara khas merupakanme cA positif dan resisten oksasilin (Jawetz et al,1996).
2.1.11 Pengobatan
Sebagan besar orang memiliki stafilokokus pada kulit dan dan hidung atau tenggorokan. Biarpun kulit dapat dibersihkan dari stafilokokus (misalnya pada eksema), dengan cepat akan terjadi reinfeksi melalui droplet. Organisme patogen sering menyebar dari satu lesi (seperti furunkel) dan menyebar ke daerah kulit lainnya melalui jari dan pakaian. Oleh karenanya, antisepsis lokal yang cermat sangat penting untuk mengendalikan furunkulosis yang berulang. (Jawetz, 1995)
Infeksi ganda yang berat pada kulit (jerawat, furunkulosis) paling sering terjadi pada para remaja. Infeksi kulit yang serupa terjadi pada penderita yang memperoleh kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama, menunjukkan peranan hormon dalam patogenesis infeksi kulit oleh stafilokokus. Pada jerawat, enzim lipase dari stafilokokus dan korinobakteria melepaskan asam-asam lemak dan menyebabkan iritasi jaringan. Tetrasiklin dipergunakan untuk pengobatan jangka panjang. (Jawetz, 1995
Abses dan lesi bernanah diobati dengan drainase, yaitu tindakan yang sangat penting, dan antimikroba. Banyak obat antimikroba memiliki efek terhadap stafilokokus in vitro. Namun, sangat sukar membasmi stafilokokus patogen pada
a. Treprococcus sp
Terapi pilihan adalah penisilin, namun, bila tidak siap tersedia penisilin, sayatan kecil pada daerah yang terinfeksi akan menghilangkan dan bengkak dan rasa tak nyaman hingga bantuan medis yang cocok dapat dicari. Tidak ada kejadian resistensi penisilin yang dilaporkan hingga hari ini, meski sejak tahun 1985 sudah banyak laporan toleransi penisilin.[13] Makrolid, kloramfenikol, dan tetrasiklin bisa digunakan jika strain yang diisolasi nampak sensitif, namun lebih umum terjadi resistensi.
2.2.12 Pencegahan
a. pendidikan kesehatan agar pekerja di peternakan berhati-hati untuk menghindari terjadinya luka atau lecet dan menghindari kontaminasi luka/ lecet tersebut dengan bakteri.
b.Meningkatkan hygiene pribadi
c. Penggunaan masker dan alat-alat pengaman yang lain bagi pekerja yang bekerja di peternakan.
d. Vaksinasi
e. Meningkatkan daya tahan tubuh.
2.2 Tinjauan Khusus staphylococcus
2.2.1 Kerangka operasional
staphylococcus
spesimen suap tenggorokan
Pewarnaan Gram BHI-B
Inkubasi 370 C 24 jam
GC Agar base MSA NA
kecil,sedang,keeping puti,kuning,keeping,smooth,
putih,smooth,0,8-1,0 mikron,berkelompol cukup subur,0,08- 1,0,berkelompok
Inkubasi 370 C selama 24 jam
inkubasi 370 C selama 24 jam
Uji IMVIC
Uji Biokimia (gula-gula)
SKEMA PEMERIKSAAN
BAKTERI Streptococcus
spesimen suap tenggorokan
media transport
( Carry blair)
Pewarnaan Gram BHI-B
Inkubasi 370 C 24 jam
Inkubasi 370 C selama 24 jam
2.2.1 Identifikasi staphylococcus sp dan streptococcus sp
A. Media Pemupuk
Spesimen ditanam pada media Escherichia coli broth, dimana media tersebut meningkatkan Escherichia coli. Setelah Diinkubasi 18 – 24 jam, ditanam pada media differensial dan selektif
B. Media Differential dan Selektif
Untuk isolasi koloni staphylococcus dari bahan pemeriksaan tinja dari penderita enteritis
(Soemarno,2000)
GC Agar base :
Blood Agar Plat : Koloni sedang, abu – abu, smooth, keeping, haemolytis atau anhaemolytis
BAP : Koloni sedang, besar, smooth, keeping atau sedikit cembung an haemolytis dan antihaemolytis ukuran antara 0,8 – 1,0
MSA : Koloni sedang kuning, smooth, ukuran 0,8 – 1,0 mikron berkelompok
NA : putih kuning keeping, smooth cukup subur ukuran antara 0,08 – 1,0
Tioglikolat : untuk staphylococcus an aerob
TSB : merpakan media penyubur sebagai cadangan pemeriksaan
Identifikasi streptococcus
MSA :
BAP : kecil,besar, putih kekuningan
NA : kecil besar putih
Agar dararah : hasil pertumbuhan pada agar darah adalah koloni bulat halus dengan diameter lebih kurang 1 mm, pinggiran rata dan dikelilingi koloni tanpak gelanggang zone
Bening hemolitis total ( beta streptococcus )
Jernih kehijauan hemodigesti (alpa streptococcus )
Tidak berubah sama sekali ( gamma streptococcus )
Tioglikolat : bahan pemeriksaan ditanam pada perbenihan tersebut lalu di eramkan 370c selama satu malam. Unutk streptococcus (peptostreptococcus ) perbenihan agar dara dimasukan ke dalam anaerobic – jar dengan gas generating Kit atau ditanam tioglikolat
2.2.2 Uji biokimia staphylococcus sp dan streptococcus sp
Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Media ini terdiri dari 0,1% glukosa, 1 % sukrosa, 1 % laktosa. Ferri sulfat untuk mendeteksi produksi H2S, protein dan indicator phenol red. Staphylococcus sp dan streptococcus st bersifat alkali acid, alkali terbentuk karena adanya proses oksidasi dekarboksilasi protein membentuk amina yang bersifat alkali dengan adanya phenol red maka terbentuk warna merah, memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa yang bersifat asam sehingga terbentuk warna kuning pada dasar dan lereng dan menghasilkan gas.
Sulfur Indol Motility (SIM)
Media SIM adalah perbenihan semi solid yang dapat digunakan untuk mengetahui pembentukan H2S, indol dan motility dari bakteri. Staphylococcus sp .
Urea
Bakteri tertentu menghidrolisis urea dan membentuk ammonia dengan terbentuknya warna merah karena adanya indicator phenol red, Metil Red
Media ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dari beberapa bakteri yang memproduksi asam sebagai hasil fermentasi dari glukosa dalam media ini, yang dapat ditunjukkan dengan penambahan indicator metal red. memproduksi asam kuat sehingga pada penambahan larutan metal red akan terbentuk warna merah.
Voges proskauer
Bakteri tertentu dapat memproduksi acetyl methyl carbinol dari fermentasi glukosa yang data diketahui dengan penambahan larutan voges proskau.carbinol sehingga penanaman pada media ini memberikan hasil negatif.
Fermentasi karbohidrat
Media ini berfungsi untuk melihat kemampuan bakteri memfermentasikan jenis karbohidrat, jika terjadi fermentasi maka terlihat warna kuning karena perubahan pH menjadi asam.
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan bahan
- Objek Glass - Lampu Spritus
- Deck Glass - Mikroskop
- Ose - Tabung Reaksi
- Nal - Pipet Tetes
- Petridish - Nal
- Autoclave
3.2 Bahan
Suap tenggrokan
HCG Agar base
MSA ( manitol salt agar )
NA (Nutrien agar )
BAP (Blot agar plate )
Media gula-gula
3.3 Cara pengambilan sampel
Pengambilan sampel dengan menggunakan suap kapas steril
3.4 Cara kerja pembiakan
Hari pertama I
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan swab kapas steril.
Lalu ditanam pada media perbenihan yaitu BHIB di inkubasi 370c selama
satu malam
Selanjutnya di lakukan pewarnaan gram dengan pembesaran objektif 100x
Sampel ditanam pada media selektif yaitu MSA, BAP, NA,HCG Agar base
Hari II
Kloni yang tumbuh pada media MSA, BAP, NA.HCG Agar base dibauat preparat kemudian dilakukan
Kemudain dilakukan pewarnan gram pewarnan gram Mengamati preparat dengan menggunakan pembesaran lensa objektif 100X.
Apabiala didapatkan cocus gram negative (+) unutk staphylococcus dan basil gram negative (-) untuk streptococcus maka dilanjutkan penanaman untuk biokimia , yaitu pada media gula – gula ditambah media TSIA, SC, SIM, MR, VP, Lya dan dilakukan uji sensitivitas.
Media yang telah ditanam diinkubasi selama 370 C selama 24 jam.
Hari III
Media – media yang telah ditanami, diamati pertumbuhannya dan hasilnya dicatat.
Hasil pengamatan media dan tes uji biokimia tersebut dibandingkan dengan sifat – sifat cultural dan table hasil uji biokimia untuk ditentukan diagnosanya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamtan pada praktikum yang dilakukan, tidak ditemukan adanya bakteri yang berbentuk coccus gram positif (+) basil gram positif ( - ) untuk streptococcus. Tapi ditemukan bakteri yang berbentuk basil atau batang gram positif dan coccus bentuknya bulat bergerombol tersebut dicurigai bakteri staphylococcus aureu. Karena pada media selektif dan uji biokimia menunjukkan ciri- cirri yang sama.
4.2 Saran
Saran saya adalah didalam prakrtikum harus tertib dan apabila praktek mahasiswa diharuskan memakai handscun dan masker, apalagi kalau sedang mengidentifikasi sampel yang dicurigai banyak mengandung bakteri. Selain alat-alat yang digunakan dan tempat dilakukannya identifikasi bakteri, harus dalam keadaan steril dan bersih.
DAFTAR PUSTAKA
• ^ Ryan KJ; Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology (edisi ke-4th ed.). McGraw Hill. ISBN 0-8385-8529-9.
• ^ Lancefield RC (1928). "The antigenic complex of Streptococcus hemolyticus". J Exp Med 47: 9–10. http://www.jem.org/cgi/content/abstract/47/1/91.
• ^ Lancefield RC, Dole VP (1946). "The properties of T antigen extracted from group A hemolytic streptococci".J Exp Med 84: 449–71. http://www.jem.org/cgi/content/abstract/84/5/449.
Bagian Farmakologi FKUI. (2001). FARMAKOLOGI dan TERAPI (4 ed.). Jakarta:
Gaya Baru.
Jawetz, M. A. (1995). Mikrobiologi Kedokteran (20 ed.). (I. Setiawan, Ed., & R. M.
Edi Nugroho, Trans.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid 2. Jakarta :
Media Aesculapiusn FK UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar